Tuesday, August 12, 2008

Singapura: Untuk sebuah urusan (tak biasa)

[English]
Entah kenapa, Singapura selalu terasa 'bisnis' di lidah saya. Rasanya saya tidak pernah menyambangi negara ini murni sebagai turis. Selalu saja ada tujuan spesifik: mengantar ibu saya ke rumah sakit, mengunjungi teman-teman, menghadiri konferensi, atau, seperti kali ini, mengikuti pelatihan.

Saya mengikuti pelatihan empat hari Craniosacral Therapy (CST). Cranio apa? Sebuah teknik penyembuhan melalui sentuhan ringan yang dikembangkan oleh John Upledger. Secara sederhana, sentuhan ringan ini akan merilekskan otot yang tegang dan, sebaliknya, mengaktifkan kembali otot tidur.

Saya menggandrungi CST karena beberapa alasan. CST dapat membantu orang. (Saya menjadi saksi. Saya pernah merasakannya.) Terapi ini menggunakan sentuhan ringan, yang tidak menimbulkan rasa sakit sama sekali. (hanya sentuhan seberat lima gram.) CST memiliki penalaran medis ilmiah yang cukup kuat untuk mendukung teknik ini (pas untuk otak kiri saya yang super kritis dan kerap logis berlebihan.)

Sentuhan ini adalah cara untuk terhubung dengan tubuh (dan pikiran) sang 'pasien'. Tubuh manusia memiliki mekanisme untuk menyembuhkan diri sendiri. Sentuhan sekedar mengatakan "kami mendengarkan" dan menunggu sang tubuh untuk membuka diri dan mulai bercerita.

[Ingatkan saya untuk menulis lebih banyak tentang CST. Sementara ini, silakan mengacu ke situs web resmi Upledger Institute untuk info lebih lanjut.]

Pelatihannya sendiri sangat amat menyenangkan. Bapak instruktur Michael, keempat asisten pengajar dan Greenpartners sebagai penyelenggara (hai Kheng!) benar-benar hebat.

Dua dari asisten tersebut adalah terapis saya—Martyn dan Heather. Saya sebelumnya tidak tahu bahwa mereka akan ada di sana. Jadi Heather menyelinap dari belakang, menutup mata saya dengan tangannya dan berkata, “Tebak siapa saya. Kamu harusnya bisa menebak dari sentuhan tangan saya .” ☺ Wah, lelucon khas CST!

Saya benar-benar menikmati pelatihan ini. Serius. Pada hari pertama, saya meng-sms teman saya sekedar untuk mengatakan “Aku suka hidupku.” Dari dasar hati terdalam. Saya rasa kata-kata itu tidak pernah tercetus di pikiran saya, minimal sudah lama tidak. Hidup saya murni suatu berkah, namun hari itu saya benar-benar merasa terberkati.

Ketika saya menceritakan ke beberapa teman bahwa saya mengambil pelatihan ini, mereka bertanya, “Mau ngapain setelah loe ngambil kursus itu?” Pertanyaan menarik.

Sebuah pertanyaan yang mengingatkan saya pada tulisan Paulo Coelho di Pilgrimage. Karakter utamanya begitu bersemangat untuk menemukan pedang sakti itu. Sedemikian semangat sehingga dia tidak menyadari bahwa sebelum dia menemukan pedang tersebut, terlebih dahulu dia harus menjawab satu pertanyaan terpenting: “Apa yang akan kaulakukan setelah menemukan pedang tersebut?”

Saya sendiri belum yakin apa jawaban saya. Mungkin ini merupakan suatu langkah mewujudkan mimpi masa kecil untuk menjadi dokter. Dulu saya memang ingin menjadi dokter, sehingga saya bisa menggunakan setengah waktu saya untuk mencari uang dan setengah sisanya untuk membantu orang.

Atau mungkin ini masa melunasi hutang. Saya ingat perasaan tak berdaya saya ketika saya menjadi relawan untuk membantu korban banjir besar Jakarta. Demikian banyak yang menderita, sedikit sekali yang bisa saya lakukan.

Tak tahu lah. Tapi saya yakin pada saatnya saya akan tahu harus saya apakan kemampuan saya itu.

Sementara, saya ingin berterima kasih kepada tim CST (dan teman-teman baru saya) untuk pengalaman yang demikian berharga dan menyenangkan. Terima kasih kepada Kota Singapura yang selalu berbaik hati pada saya (dan profesional plus efisien!).

Terima kasih ekstra spesial pada Yolli, Hany dan Andien yang telah mengizinkan saya menghamparkan diri di tempat mereka. Nila dan Mike untuk hidangan veggie-nya. Peluk hangat untuk teman-teman yang saya temui selama di sana.

No comments: