Thursday, August 14, 2008

Layaknya tangan kiri dan tangan kanan

[English]
Seorang pria tengah memaku dinding. Tangan kirinya memegang paku, sementara tangan kanannya memegang palu. Duk duk duk.

“Aduh!” tiba-tiba sang pria berteriak. Dia telah memukul tangan kirinya dengan palu. Atau kalau mau, bisa dibilang tangan kanannya (yang memegang palu) telah memukul tangan kirinya (yang memegang paku).

Tahukah Anda apa yang terjadi selanjutnya?

Tangan kanan segera membuang palu yang tengah dipegangnya untuk memegang tangan kiri. Tangan kiri tengah kesakitan dan fokus pada rasa sakitnya. Kedua tangan bekerja sama untuk sebaik-baiknya mengurangi rasa sakit.

Menurut Anda, apa yang akan terjadi kalau hal ini berlangsung antara dua manusia? A memukul B. A bisa saja melarikan diri. A bisa saja berlagak tidak terjadi apa-apa. Atau A bisa saja memarahi B karena keteledorannya—menerapkan prinsip 'memarahi dulu sebelum dimarahi.'

B, di lain pihak, mungkin akan menatap A dengan rasa marah dan benci. B tentu akan menyalahkan A atas apa yang baru saja terjadi. B akan menyimpan rasa kesal dan jauh di dalam benaknya mungkin telah menyimpan baik-baik memori kejadian ini dan diam-diam menyusun rencana balas dendam di masa nanti.

Tapi tidak demikian dengan tangan-tangan itu. Tangan kanan tidak melarikan diri. Ia tak bisa melarikan diri. Kedua tangan ini tergabung dalam satu tubuh. Tangan kanan langsung melupakan apa yang tengah ia kerjakan untuk mengurus tangan kiri. Tangan kiri tidak memendam kekesalan dan bahkan tidak berpikir sama sekali untuk membalas dendam terhadap tangan kanan.

Selalu aja ada hal yang terjadi. Kedua tangan bekerja sama sebaik mungkin. Mereka bisa merasa satu sama lain. Mereka terhubung satu sama lain. Mereka tahu bahwa, pada akhirnya, mereka adalah satu dan saling terkoneksi. Tidak ada yang menyalahkan siapa pun. Mereka terus bekerja sama.

Tubuh manusia yang luar biasa ini merupakan refleksi mikroskopis tentang bagaimana dunia saling terkait dan bagaimana manusia selayaknya memperlakukan satu sama lain. Sayangnya, sedikit sekali yang memperhatikan.

-cerita dari Thich Nhat Hanh yang dihaturkan selama pembicaraan dengan Nat di Bangkok.

No comments: