Thursday, August 14, 2008

Bangkok: teman-teman lama bertemu

[English]
Saya baru menyadari bahwa Bangkok adalah satu-satunya kota dalam rute saya kali ini yang saya tidak punya agenda khusus kecuali bertemu dengan teman. Tidak ada retreat, tidak ada pelatihan, tidak ada apa-apa. Enak juga sekali-sekali tidak punya agenda.

Ada satu agenda sih: untuk ngobrol dengan teman saya Nat. (oh dan sesi pijat Thai.) Saya bertemu dengan Nat ketika saya di Spanyol secara 'kebetulan.' Kami ngopi bareng dan mulai mengobrol. Obrolan singkat bertumbuh menjadi pertemanan.

Kunjungan tiga hari ke Bangkok ini sebenarnya merupakan kali kedua saya bertatap muka dengannya. Saya tidak terlalu tahu apa yang yang harus saya tulis di sini. Ada ide, Nat? Saya tidak kenal orang lain yang bisa saya ajak ngobrol seperti kami ngobrol.

Di taksi menuju bandara pagi hari itu, saya merasa sedih. Saya telah mengunjungi beberapa tempat akhir-akhir ini, namun hanya Bangkok yang berhasil membuat saya merasa sesentimentil ini.

Saya merasa seperti meninggalkan kota ini terlalu cepat. Rasanya Bangkok belum berkesempatan untuk menceritakan kisah-kisahnya pada saya. Mungkin ada kata-kata yang belum terucap, pemandangan yang belum terlihat, dan pengalaman yang belum terbagi.

Di atas pesawat, saya membuka halaman pertama buku yang Nat berikan pada saya. Buku berjudul "Start Where You Are: A Guide to Compassionate Living written" by a female monk Pema Chödrön. Buku yang luar biasa kuat. Saya bergidik ketika membuka halaman pertamanya dan saya dapat merasakan mata saya menghangat ketika saya membuka halaman pembuka.

Halaman ix, paragraf dua:
“In our era, when so many people are seeking help to relate to their own feelings of woundedness and at the same time wanting to help relieve the suffering they see around them, the ancient teaches presented here are especially encouraging and to the point. When we find that we are closing down to ourselves and to others, here is instruction on how to open. When we find that we are holding back, here is instruction on how to give. That which is unwanted and rejected in ourselves and in others can be seen and felt with honesty and compassion. This is teaching on how to be there for others without withdrawing.”

Saya menulis entri ini namun saya awalnya tidak tahu gambar-gambar apa yang dapat saya pajang di sini sebagai ilustrasi. Mungkin saya seharusnya mengambil foto atau gambar dari tempat-tempat yang kita kunjungi dan santapan yang kita makan, Nat. Namun gambar-gambar itu terasa tidak penting dan bahkan tidak relevan ketimbang hal-hal yang kita obrolkan dan bagi. Terima kasih telah menjadi suatu hadiah bagi hidup.

Kamu benar. Pertemuan yang terasa kebetulan itu sebenarnya bukanlah kebetulan sama sekali. Pertemuan itu bukanlah pertemuan dua orang asing, namun pertemuan dua teman lama.

No comments: