Showing posts with label buku. Show all posts
Showing posts with label buku. Show all posts

Wednesday, July 16, 2008

Menulis dan menjadi penulis

[English]
Saya cukup terkejut, bingung dan lumayan tersanjung ketika beberapa teman bertanya apakah saya pernah berpikir untuk menulis buku.

"Um, gak tuh" adalah jawaban pertama saya. Singkat, walaupun mungkin tidak terlalu manis.

Kemudian jawaban kedua muncul setelah saya memikirkan pertanyaan itu sedikit lebih lama, "Tentang apa ya?" Saya tidak tahu buku apa yang bisa saya tulis sehingga mampu menarik orang untuk membaca atau bahkan membelinya sekalipun.

Karena saya tidak pernah melihat diri saya sebagai seorang penulis, apalagi penulis yang baik. Saya rasa saya tidak memiliki passion untuk menulis. Tidak seperti yang dimiliki oleh beberapa teman saya. Orang-orang itu melihat menulis sebagai passion mereka. Bagi mereka, menulis tampaknya telah ditaruh di tengah panggung sebagai pemeran utama atau bahkan pemeran tunggal. Saya tidak seperti itu.

Saya melihat menulis sebagai sekedar ekspresi dari pikiran dan perasaan saya. Salah satu medium untuk mengekspresikan passion saya, itu betul, namun tidak sebagai passion itu sendiri.

Tetap saja, sebagai seorang penggemar introspeksi, saya mencoba mengunyah pernyataan teman-teman saya itu sedikit lebih lama.

Saya obrolkan dengan teman lain--sesama zinister dan pemilik salah satu blog favorit saya. Saya yakin dia juga tidak pernah menganggap dirinya sebagai seorang penulis.

Komentarnya, "Kenapa (mesti menulis buku)? Gua sih lebih senang kalau loe tetap pada apa yang loe gunakan sekarang: blog dan sirkulasi email. Gratis. Kalau buku khan gua harus beli." Poin yang bagus.

Mohon jangan disalahartikan. Tentu saya memiliki respek yang sangat amat tinggi terhadap para penulis buku--para penulis berbakat luar biasa untuk buku yang telah maupun belum beredar. Buku telah menjadi salah satu sahabat terbaik saya dan saya tidak akan memiliki mereka--ataupun mendapatkan demikian banyak pembelajaran maupun pengetahuan--apabila bukan karena para penulisnya.

Semalam seorang teman lain berargumen, "Lho, kalau melalui buku khan semua pikiran dan ide loe terkompilasi dengan lebih compact (pepak, kalau kata ibu saya) dan terorganisir dengan rapi. Lagipula, loe akan dapat merangkul lebih banyak orang." Betul, mungkin. Tetapi apa yang akan saya tulis? Siapa yang mau saya rangkul?

Dalam satu diskusi beberapa minggu lalu, sesama partisipan bertanya kenapa saya tidak mengatakan apapun selama sesi terakhir. Saya bilang karena tidak ada yang perlu saya tambahkan. Dia menjawab, "Tetapi harusnya ikut urun rembug donk. Saya khan juga ingin belajar dari Anda." Benar juga. Menarik bahkan. Saya tidak pernah melihat diamnya saya sebagai suatu keengganan untuk berbagi.

Namun, sementara ini, saya tetap mengikuti saran teman saya untuk menggunakan media blog dan sirkulasi email. Untuk saat ini.

[Gambar 1 - pribadi; 2 - punya Hany]

Monday, March 17, 2008

Saya dan buku

[English]
Saya dan buku sudah berteman lama. Mereka adalah salah satu sahabat terdekat saya. Mereka telah membantu saya berjalan jauh, melebihi yang bisa saya bayangkan. Saya berterima kasih pada mereka. Saya berterima kasih pada ibu bapak saya.

Saya sedang main ke tempat teman minggu lalu. Dia telah membuka sebuah perpustakaan kecil bagi anak-anak di lingkungannya. Saya bercerita kecintaan saya tentang buku padanya. Dan saya ceritakan awal kecintaan itu mulai tumbuh.

Ketika saya masih kecil, ibu mengajak saya ke pasar beberapa kali tiap minggunya. Hampir setiap kali, beliau menitipkan saya di salah satu toko buku di sana.

Sang empunya toko dengan baik hati membiarkan saya menjelajahi tokonya, membaca apa pun yang saya inginkan. Komik, atlas, sejarah, geografi, pengetahuan umum, novel, apa pun. Kecintaan saya terhadap buku pun tumbuh.

Bapak turut pula menyuburkan kecintaan saya membaca. Bahkan ketika saya masih di sekolah dasar pun, beliau bisa dikatakan ‘mengharuskan’ saya untuk membaca surat kabar sebelum saya pergi sekolah.

Bapak kerap mendiskusikan kejadian yang tertulis di surat kabar dengan saya. Kecintaan saya pada membaca bertumbuh. Begitu pula dengan kemampuan (dan kegemaran) saya untuk menganalisis.

Saya dan buku sudah berteman lama. Dan perjalanan kami masih jauh. Saya hanya berharap setiap anak memiliki kesempatan yang sama dengan saya. Kalau saja mereka menyadari betapa jauh mereka bisa mengembara, secara intelektual dan imajinasi.

Saya berterima kasih pada para buku. Saya berterima kasih pada ibu bapak saya.

Saturday, October 06, 2007

The Witch of Portobello

[English]
Saya sebenarnya sudah kurang tertarik sama buku-bukunya Paulo Coelho. Dengan tetap segenap rasa hormat terhadap sang penulis berbakat ini. Cuma tidak pas aja selera saya dengan beliau.

Jadi ketika bukunya The Witch of Portobello keluar, saya bukan salah satu orang yang terburu-buru datang ke toko buku membelinya.

Sampai suatu saat salah satu teman yang sangat saya hargai merekomendasikan buku itu ke saya. Rasa ingin tahu pun muncul. Saya tahu dan percaya sama selera dia terhadap buku.

Pada hari yang saya dia meng-sms saya untuk merekomendasikan buku itu, saya pergi ke toko buku untuk membelinya. Kemudian saya membeli segelas besar kopi hitam dan duduk berjam-jam di warung kopi untuk membaca buku itu.

Saya pulang dan meneruskan bacaan saya. Saya menyelesaikan buku itu dalam satu hari. Gak bisa berhenti.

Kemudian saya cerita ke teman saya yang lain tentang the Witch of Portobello. Tanggapannya sangat tidak saya duga. Ia bilang, "Jadi, hasilnya apa?"

Sebuah pertanyaan yang tajam dan aneh untuk menanggapi sebuah cerita tentang buku yang baru dibaca. Tapi ini juga pertanyaan yang bagus. Apa ya hasilnya?

Hasilnya adalah buku ini membuat saya berpikir tentang hal yang sudah lama terlupakan oleh saya. Melempar saya kembali ke situasi introspektif dan retrospektif.

Jadi, kalau nanti ada perubahan besar dalam hidup saya dalam waktu dekat, Anda bisa salahkan si Paulo Coelho. Atau berterima kasih padanya.

Sunday, April 08, 2007

Buku: Syech Siti Jenar - Achmad Chodjim

[English]

Akhirnya saya selesai membaca buku Syech Siti Jenar karangan Achmad Chodjim. Terima kasih kepada libur Jumat Agung dan Paskah. Tulisan saya di sini kebanyakan saya kutip dari bab renungan buku tersebut.

Pandangan Syech Siti Jenar merupakan pandangan sufistik yang diramu dengan kehidupan mistis Jawa. Tekanan bukan pada materi, tapi pada Cinta dalam bentuk manunggaling kawula kawan Gusti, tauhid al wujud, menyatunya hamba dan Tuhan.

Beliau berpendapat bahwa agama akan indah bila sesuai dengan hukum Tuhan di alam. Yaitu eksistensi yang penuh ragam. Biarkan agama ini tumbuh sesaui dengan tempat tumbuhnya, sesuai dengan ekosistemnya. Dalam hal ini, tanah Jawa.

Alquran, menurutnya, harus dipahami betul-betul substansinya, bukan cuma dibaca dan dimengerti terjemahannya. Bukan hal yang mudah. Karena itu, pemilihan guru (kehidupan) sangat penting.

Guru harus merupakan wujud konkret Alquran, yang mampu memberikan petunjuk. Seseorang yang mengerti hukum, pandai dan bermutu ibadahnya.

Mengerti hukum berarti memahami aturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Paham tentang etika hidup. Budi pekerti luhur setempat.

Ibadat bermutu karena pengabdiannya dalam kehidupan yang tanpa pamrih. Ketulusan hidupnya terpancar dalam hidup kesehariannya. Seperti halnya ajaran Rasullullah, tujuannya adalah akhlak yang mulia, caranya dengan melatih kedisiplinan hidup yang disebut syariah.

Guru sebaiknya ahli tapa. Jangan dibayangkan orang yang mengasingkan diri di gunung-gunung. Ahli tapa di sini adalah orang yang mampu menahan diri dari berbagai godaan dunia, baik di tengah keramaian maupun di tempat yang sepi. Orang yang terasah pikirannya dan telah terbukti mampu menghadapi tantangan hidup.
.
Dalam wujud lahir, Siti Jenar menekankan pada bangkitnya kepribadian. Sehingga hidup tidak hanya tampak hidup. Tetapi betul-betul hidup yang memiliki hak, kemandirian dan kodrat. Hidup adalah sebuah eksistensi, yang tidak menguasai maupun dikuasai orang lain.

Dalam sekali menurut saya buku ini. Rasanya saya butuh lebih banyak waktu untuk merenungkan dan mengayak maknanya. Apalagi menerapkannya. Moga-moga bermanfaat.

Wednesday, February 28, 2007

Buku: for one more day

**** SPOILER WARNING ****
for one more day; buku terbaru dari Mitch Albom, yang sebelumnya ngetop dengan buku Tuesdays with Morrie.

Seperti biasa, gaya bertutur Mitch Albom sangat sederhana dan sensitif. Saya rasa kebanyakan penggemarnya adalah perempuan.

Saya tidak tau, apakah karena jalan ceritanya atau topik yang ia angkat dalam buku ini. Seorang anak yang bertemu dengan ibunya yang sudah meninggal. Buku ini membuat saya menempatkan diri saya di karakter cerita itu, dan membayangkan almarhum Bapak, atau bahkan membayangkan Ibu dengan segala keajaiban yang ia lakukan tiap hari namun tak saya sadari.

Saya rasa topiknya yang begitu dekat dengan hati, yang membuat saya berkilas balik. Begitu banyak suka duka hidup orangtua saya yang tidak saya tahu, segala yang mereka lakukan untuk menyediakan makan dan menyekolahkan saya. Bagaimana mereka begitu bangga melihat segala 'keberhasilan' saya. Bagaimana kita masih tetap merindukan ibu di kala kita sakit atau berduka, berapa pun umur kita sekarang.

Topiknya sangat menyentuh. Namun kalau dari sudut cerita dan cara bertutur, saya tetap masih lebih menyukai Tuesdays with Morrie.

-Love you mom, love you pop. Dan saya minta maaf. Benar-benar minta maaf. Walau saya tahu mama dan papa pasti sudah memaafkan saya, sebelum saya minta maaf sekalipun.-