Tuesday, June 24, 2008

Mr. Zero

[English]
Akhir pekan kemarin sangat menyenangkan, bersama keluarga dan teman. Saya menerima satu hadiah istimewa dari seorang teman.

Dia adalah suami dari seorang teman yang sudah saya anggap sebagai kakak saya. Sebenarnya hari Minggu itu adalah pertama kali saya bertemu dengan suaminya. Dia (sang suami) mendengar tentang cerita saya dan perjalanan yang akan saya lakukan.

Dia berujar , “Saya akan kasih kamu Mr. Zero. Saya sudah menyimpan satu buat orang yang menurut saya cocok untuk menerimanya.”

Dia beranjak dari tempat duduknya, keluar ruangan, dan kembali dengan membawa boneka kuning dengan tulisan hitam “Mr. Zero” dan angka “0” di perutnya. Kalau tidak salah, dari ESQ-nya Ary Ginanjar.

Saya tersenyum. Saya mengerti pesannya. Mirip pesan yang disampaikan oleh seorang teman lain beberapa bulan silam.

Sebuah proses berpikir lateral. Untuk kembali ke titik nol. Untuk hidup tanpa terlalu berpegang erat pada ide yang telah lebih dulu tertanam dalam diri. Untuk (benar-benar) berpikiran terbuka. Sebuah tantangan luar biasa bagi orang-orang idealis seperti saya.

Saya rasa sikap seperti ini didiskusikan secara lebih eksplisit dalam Budha ketimbang tradisi lain. Sikap "ke titik nol" ini merupakan dasar dari kesadaran (mindfulness), sebuah konsep yang didiskusikan panjang lebar oleh seorang Bhante Gunaratana.

Mindfulness merupakan observasi tanpa prasangka/penilaian. Kemampuan pikiran untuk mengamati tanpa ada preferensi, kritik atau penilaian tertentu. Tidak ada yang mengejutkan ketika seseorang bersikap mindful. Orang itu memiliki minat seimbang terhadap objek yang diamati, apa adanya. Tidak ada keputusan, tidak ada penilaian. Hanya pengamatan.

Mindfulness adalah pikiran yang bertindak sebagai cermin jernih. Kemawasan total. Kesadaran tanpa konsep. Kesadaran akan sini kini. Kewaspadaan yang tidak egois. Kesadaran akan perubahan. Observasi.

Mindfulness benar-benar melihat objek yang disadari. Tidak dipikirkan. Objek disimpan sebagai pengalaman, tetapi tidak untuk dibandingkan, diberikan label, atau dikategorikan. Mindfulness mengamati semuanya layak hal itu terjadi untuk pertama kali. Tidak ada analisis berdasarkan refleksi atau memori.

Mindfulness melihat objek secara langsung, apa adanya, esensi sesungguhnya dari semua fenomena. Mengingatkan kita tentang apa yang seharusnya kita lakukan.

Mengingatkan saya tentang apa yang seharusnya saya lakukan. Apa yang selayaknya saya pelajari. Apa yang selayaknya saya ingat.

“Kalau kamu menghadapi situasi yang sulit--atau sebenarnya situasi apa pun--kembalilah ke titik nol itu. Kembali ke Mr. Zero. Dia akan menjadi sahabat terbaikmu,” kata teman saya. Saya tahu dia benar.

Saya tersenyum. Saya mengerti pesannya. Terima kasih.

1 comment:

Azril said...

Yupz, bner tuh pa kta writer. Klu bg saya Mr. Zero hanya sbg simbol nasihat. Knp, bkn hakikatnya krn Mr zero lucu, tp ktk mndngar mr zero seolah ada pesan trsndiri agar pikiran kita jernih, sy bpndpt bukan mengosongkan pikiran, tp menjernihkankan pikiran, netralizing our mind.

Cz ane jg dpt mr zero wktu training krn mnang game, trus ane kasih dech sma tmen (spesial) wah mdh2n dech jd nasihat bwatnya..