Sunday, June 22, 2008

22 Juni

[English]
"Lagi ngapain sih?"
"Sini, duduk. Papa mau liatin sesuatu."
"Apa?"
"Ini kunci untuk A, yang ini kunci untuk B. Ini dokumen-dokumen untuk C, sementara ini dokumen-dokumen untuk D. Papa simpan di sini. Kalau dokumen-dokumen untuk E papa taruh di bank. Ini kunci untuk ke safety boxnya dan passkey-nya 123456."
"Ngapain sih papa ngomong gini? Emang papa mau kemana?"

Itu pembicaraan saya dengan Bapak saya. Beberapa minggu kemudian, kesehatan beliau menurun terus hingga sekitar delapan bulan ketika beliau meninggal dunia.

22 Juni adalah hari ulang tahun Bapak saya. 22 juga adalah usia saya ketika beliau meninggal dunia. 22 dibagi dua, 11 (Juni), adalah saat beliau meninggal dunia.

Tadinya saya ingin menggunakan kata "ketika saya kehilangan beliau". Tapi rasanya kurang pas. Saya tidak pernah benar-benar kehilangan Bapak saya. Beliau selalu berada di sisi saya, mengiringi setiap langkah saya. Jadi saya gunakan kata-kata "meninggal dunia." Beliau sudah meninggalkan dunia ini dan melanjutkan perjalanannya.

...

Aku sudah lama tidak menyalakan lilin. Tapi pagi (dini hari) ini, aku menyalakannya untukmu, Pop. Mencuatkan kembali semua nostalgia kita dan pelajaran (serta kebiasaan) yang telah Papa limpahkan (tularkan?) kepadaku.

Senantiasa aktif. Bersikap positif. Komentar singkat menghujam dengan permainan kata yang cerdik. Keingintahuan. Deretan pertanyaan terperinci yang mengganggu. Kesederhanaan. Kecintaan pada alam. Kecintaan pada buku. Perhatian terhadap detail dan kepada orang di sekitar kita.

Pragmatis. Idealis. Lugas. Berani mencoba sesuatu yang baru (meskipun kita tidak tahu sama sekali tentang hal itu, dan berpotensi memalukan diri sendiri).

Mendengarkan orang tanpa membiarkan mereka mendikte kita. Melakukan segala sesuatu a la diri (
Tradisi. Emang kenapa tradisi mesti dipertahankan? Pernah Papa tanya itu. Khas Papa). Tidak mencampuri urusan orang. Berbicara seperlunya. Membaca gelagat dan situasi.

Mengizinkan. Melepaskan. Menjalani. Menghargai. Menikmati hidup. Bersantai. Berdoa. Hidup. Mencintai keluarga, mencintai Mama.

Tentunya aku belum menguasai semua itu, tapi minimal
khan aku sedang berusaha belajar.

Aku mengingat masa-masa kita tidak terlalu akrab (Akrab?
Boro-boro..). Atau lebih tepatnya, saat aku tidak terlalu dekat dengan Papa. Kemudian aku pikir, kenapa juga diungkit. Aku sadar itu semua proses. Prosesku, dan mungkin proses Papa juga (Karma kali ya, Pop? :p) Tetap saja, aku minta maaf kalau aku telah menyakiti hati Papa dan Mama.

Terima kasih pada Papa (dan Mama, dan Tuhan) yang telah membantuku hingga menjadi diriku kini. Terima kasih telah membebaskanku bertumbuh sesuai dengan jalan yang kupilih. Untuk membiarkanku membuat kesalahan dan belajar darinya, namun tetap berada dua langkah di belakangku-- memperhatikan, menjaga, mengasihi, menyayangi.

Aku merasa aku akan segera memasuki tahap baru dalam hidupku, pop. Tetap di sampingku, ya. Ini wilayah yang papa tahu betul, jauh lebih baik ketimbang orang lain dalam hidupku.

No comments: