[English]
Semalam saya melayat ke pemakaman keluarga seorang teman.
Saya takjub melihat betapa banyaknya bunga yang diterima dan jumlah orang yang berkunjung ke sana. Saya tidak menyangka bahwa keluarganya sedemikian populer dan bagian dari komunintas 'itu'.
Rasa hormat saya ke teman saya bertambah semalam. Bukan karena sekarang saya tahu kalau dia keluarga berada. Tapi karena betapa dia bisa tetap demikian sederhana meskipun keluarganya sangat berada.
Dibutuhkan kedewasaan, kepercayaan diri dan kesadaran yang tinggi untuk memiliki kerendahan hati seperti itu. Saya bersyukur diberikan kesempatan untuk menjadi temannya.
Terima kasih atas pelajaran yang diberikan. Semoga damai dan cinta selalu menyertai keluargamu.
Wednesday, December 12, 2007
Monday, December 03, 2007
Anahata Villa & Spa Resort
[English]
Saya pergi ke Ubud akhir pekan lalu untuk mengikuti program Healing power of ikhlas yang diselenggarakan bersama oleh True Nature Healing dan Kata Hati Institute.
Saya ingin bercerita banyak tentang program ini tapi saya sedang menunggu handout yang mau dikirim oleh si penyelenggara lewat e-mail. Biar ceritanya tepat dan lengkap. Jadi sementara, saya akan bercerita tentang tempat kami menginap yang begitu indah: Anahata Villa & Spa Resort.
Di paragraf pertama dalam brosurnya, tertulis:
“Nestled in the lush landscape of the Petanu River bank, Anahata is a world class Bali hotel villa. Surrounded by verdant tropical forest and restful waters, visitors to these Bali vacation villas experience the tranquility of a pristine environment with all the amenities of luxurious living.” (Sori Bahasa Inggris, abis susah nerjemahinnya).
Anda bisa membaca lebih lanjut tentang tempat ini di situs webnya. Saya ingin bercerita tentang sesuatu yang tak tertulis dalam brosur maupun situsnya.
Tentang nama. Menurut Wikipedia yang handal selalu itu, chakra Anahata secara fisik terletak di daerah jantung. Anahata dikaitkan dengan kemampuan untuk mengambil keputusan di luar realita karma.
Dalam Anahata, seseorang mengambil berbagai keputusan, mengikuti kata hatinya, berdasarkan diri yang lebih ‘agung’, dan bukan berdasarkan emosi yang belum terpuaskan maupun nafsu dari diri yang lebih rendah.
Pohon pengabul keinginan, kalpa taru, tumbuh di sini, menyimbolkan kemampuan untuk memanifestasi apa pun yang Anda inginkan terjadi di dunia.
Anahata juga diasosiasikan dengan cinta dan kasih, pemberian terhadap sesama, dan bentuk penyembuhan psikis.
Wah, indah betul namanya.
Tentang orang-orang yang ada di sana. Saya berkesempatan untuk bertemu Onie Djatmiko, pemilih Anahata resort. Dia—beserta seluruh stafnya, seluruhnya—benar-benar ingin melayani semua tamunya. Dan kalau Anda kenal saya secara personal, Anda pasti tahu ini merupakan pujian yang tinggi dari saya.
Saya bisa pinjem hair dryer? Tentu. Bagaimana cara membuat sup ini? Oh kita melakukan ini dan itu. Nanti saya berikan resepnya ya.
Saya meninggalkan botol air mineral saya di meja restoran karena saya mau ke toilet sebentar. Waktu saya kembali, botol itu sudah penuh terisi kembali.
“Bus Ibu ke airport baru akan pergi satu jam lagi. Masih ada waktu lho untuk menikmati satu cangkir the lagi. Complimentary.”
Tentang sungai. Sungai yang mengalir di tepi Anahata benar-benar luar biasa. Resort ini terletak di tepi pertemuan dua sungai. Orang Bali percaya bahwa lokasi pertemuan dua sungai merupakan tempat yang bertuah, suci, penuh luapan energi. Anda harus berada di sana, benar-benar berada di sana, untuk memahaminya.
Tempat favorit saya, tepi sungai. Pagi-pagi (atau jam berapa pun, tidak masalah). Sendiri (atau bersama orang lain, sama nikmatnya).
Onie, tempatmu indah sekali.
Terima kasih sudah berbagi.
Gambar: dari Anahata resort.
Saya pergi ke Ubud akhir pekan lalu untuk mengikuti program Healing power of ikhlas yang diselenggarakan bersama oleh True Nature Healing dan Kata Hati Institute.
Saya ingin bercerita banyak tentang program ini tapi saya sedang menunggu handout yang mau dikirim oleh si penyelenggara lewat e-mail. Biar ceritanya tepat dan lengkap. Jadi sementara, saya akan bercerita tentang tempat kami menginap yang begitu indah: Anahata Villa & Spa Resort.
Di paragraf pertama dalam brosurnya, tertulis:
“Nestled in the lush landscape of the Petanu River bank, Anahata is a world class Bali hotel villa. Surrounded by verdant tropical forest and restful waters, visitors to these Bali vacation villas experience the tranquility of a pristine environment with all the amenities of luxurious living.” (Sori Bahasa Inggris, abis susah nerjemahinnya).
Anda bisa membaca lebih lanjut tentang tempat ini di situs webnya. Saya ingin bercerita tentang sesuatu yang tak tertulis dalam brosur maupun situsnya.
Tentang nama. Menurut Wikipedia yang handal selalu itu, chakra Anahata secara fisik terletak di daerah jantung. Anahata dikaitkan dengan kemampuan untuk mengambil keputusan di luar realita karma.
Dalam Anahata, seseorang mengambil berbagai keputusan, mengikuti kata hatinya, berdasarkan diri yang lebih ‘agung’, dan bukan berdasarkan emosi yang belum terpuaskan maupun nafsu dari diri yang lebih rendah.
Pohon pengabul keinginan, kalpa taru, tumbuh di sini, menyimbolkan kemampuan untuk memanifestasi apa pun yang Anda inginkan terjadi di dunia.
Anahata juga diasosiasikan dengan cinta dan kasih, pemberian terhadap sesama, dan bentuk penyembuhan psikis.
Wah, indah betul namanya.
Tentang orang-orang yang ada di sana. Saya berkesempatan untuk bertemu Onie Djatmiko, pemilih Anahata resort. Dia—beserta seluruh stafnya, seluruhnya—benar-benar ingin melayani semua tamunya. Dan kalau Anda kenal saya secara personal, Anda pasti tahu ini merupakan pujian yang tinggi dari saya.
Saya bisa pinjem hair dryer? Tentu. Bagaimana cara membuat sup ini? Oh kita melakukan ini dan itu. Nanti saya berikan resepnya ya.
Saya meninggalkan botol air mineral saya di meja restoran karena saya mau ke toilet sebentar. Waktu saya kembali, botol itu sudah penuh terisi kembali.
“Bus Ibu ke airport baru akan pergi satu jam lagi. Masih ada waktu lho untuk menikmati satu cangkir the lagi. Complimentary.”
Tentang sungai. Sungai yang mengalir di tepi Anahata benar-benar luar biasa. Resort ini terletak di tepi pertemuan dua sungai. Orang Bali percaya bahwa lokasi pertemuan dua sungai merupakan tempat yang bertuah, suci, penuh luapan energi. Anda harus berada di sana, benar-benar berada di sana, untuk memahaminya.
Tempat favorit saya, tepi sungai. Pagi-pagi (atau jam berapa pun, tidak masalah). Sendiri (atau bersama orang lain, sama nikmatnya).
Onie, tempatmu indah sekali.
Terima kasih sudah berbagi.
Gambar: dari Anahata resort.
Saya.
[English]
Saya anak dari orang tua saya. Saya adik dari kakak-kakak saya. Saya profesi saya. Saya kawan dari teman-teman saya. Saya pengikut agama saya. Saya warga dari negara saya.
Definisi jamak untuk satu individu. Aneh.
Saya coba definisikan diri melalu masalah-masalah saya. Namun tiba-tiba masalah-masalah itu terasa tidak penting. Tidak relevan. Tidak pas.
Saya bukan apa-apa kecuali terberkati. Dicintai. Dan cinta itu sendiri.
Saya ini Anda. Anda adalah saya. Kemudian kata-kata saya, Anda, dia, kami, kalian, dan mereka menjadi membingungkan. Rasanya tidak logis. Mungkin sudah tidak relevan.
Kenapa juga mesti terbedakan?
Saya diminta membayangkan sebuah ruang sebagai simbolisasi dari saya, dan mengembangkan luas ruang itu. Saya bayangkan meruntuhkan tembok pembatas ruang dan melihat padang rumput menghijau di bawah naungan langit biru terang.
Saya merasa bebas, sampai saya sadar bahwa dunia saya masih terbatasi dengan tanah tempat saya berpijak. Saya masih menaruh batasan. Kebebasan mutlak masih sekedar ilusi.
Saya terlalu cepat berkesimpulan. Saya puas secara prematur. Ego kembali berbicara.
Saya terbayang dunia untuk memahami bahwa saya ini dunia, alam itu sendiri.
Saya melangkah ke belakang untuk melihat saya lebih jelas. Tapi sejauh apapun saya melangkah, saya tetap tidak bisa melihat diri saya. Saya tidak ada.
Saya bertanya-tanya.
Saya agung, saya pun sekedar setitik noktah tak perlu.
Konsep dualitas ini semakin membingungkan. Tidak logis. Tidak lagi relevan. Pembedaan itu tidak perlu. Tidak ada alasan untuk melakukannya.
Tidak ada kejamakan . Pilih satu kata ganti dan pakai satu itu saja. Satu saja cukup. Tidak pernah perlu lebih.
Saya melebih-lebihkan, seperti biasa.
Saya mau melakukan perjalanan menembus waktu. Kemudian saya menyadari tidak ada waktu untuk ditembus. Saya tidak melihat adanya tujuan atau dimensi lain.
Saat ini hanya satu-satunya yang ada.
Saya duduk di tepi sungai dan ingin bermain dengan air yang mengalir di bawah saya. Saya celupkan kaki ke dalam air dan menggerak-gerakkannya.
Kemudian saya berhenti dan sadar bahwa kaki-kaki saya tetap bergerak tanpa saya gerakkan. Aliran sungai telah melakukannya untuk saya. Sekarang semua menjadi logis. Saya tersenyum tanpa berusaha untuk tersenyum.
Izinkan alam melakukannya. Ikhlas. Saksikan keagungan menjelma.
Hiduplah dari ini, ujarnya seraya tersenyum.
Jiwa memahami. Yang lain masih perlu memproses.
Saya anak dari orang tua saya. Saya adik dari kakak-kakak saya. Saya profesi saya. Saya kawan dari teman-teman saya. Saya pengikut agama saya. Saya warga dari negara saya.
Definisi jamak untuk satu individu. Aneh.
Saya coba definisikan diri melalu masalah-masalah saya. Namun tiba-tiba masalah-masalah itu terasa tidak penting. Tidak relevan. Tidak pas.
Saya bukan apa-apa kecuali terberkati. Dicintai. Dan cinta itu sendiri.
Saya ini Anda. Anda adalah saya. Kemudian kata-kata saya, Anda, dia, kami, kalian, dan mereka menjadi membingungkan. Rasanya tidak logis. Mungkin sudah tidak relevan.
Kenapa juga mesti terbedakan?
Saya diminta membayangkan sebuah ruang sebagai simbolisasi dari saya, dan mengembangkan luas ruang itu. Saya bayangkan meruntuhkan tembok pembatas ruang dan melihat padang rumput menghijau di bawah naungan langit biru terang.
Saya merasa bebas, sampai saya sadar bahwa dunia saya masih terbatasi dengan tanah tempat saya berpijak. Saya masih menaruh batasan. Kebebasan mutlak masih sekedar ilusi.
Saya terlalu cepat berkesimpulan. Saya puas secara prematur. Ego kembali berbicara.
Saya terbayang dunia untuk memahami bahwa saya ini dunia, alam itu sendiri.
Saya melangkah ke belakang untuk melihat saya lebih jelas. Tapi sejauh apapun saya melangkah, saya tetap tidak bisa melihat diri saya. Saya tidak ada.
Saya bertanya-tanya.
Saya agung, saya pun sekedar setitik noktah tak perlu.
Konsep dualitas ini semakin membingungkan. Tidak logis. Tidak lagi relevan. Pembedaan itu tidak perlu. Tidak ada alasan untuk melakukannya.
Tidak ada kejamakan . Pilih satu kata ganti dan pakai satu itu saja. Satu saja cukup. Tidak pernah perlu lebih.
Saya melebih-lebihkan, seperti biasa.
Saya mau melakukan perjalanan menembus waktu. Kemudian saya menyadari tidak ada waktu untuk ditembus. Saya tidak melihat adanya tujuan atau dimensi lain.
Saat ini hanya satu-satunya yang ada.
Saya duduk di tepi sungai dan ingin bermain dengan air yang mengalir di bawah saya. Saya celupkan kaki ke dalam air dan menggerak-gerakkannya.
Kemudian saya berhenti dan sadar bahwa kaki-kaki saya tetap bergerak tanpa saya gerakkan. Aliran sungai telah melakukannya untuk saya. Sekarang semua menjadi logis. Saya tersenyum tanpa berusaha untuk tersenyum.
Izinkan alam melakukannya. Ikhlas. Saksikan keagungan menjelma.
Hiduplah dari ini, ujarnya seraya tersenyum.
Jiwa memahami. Yang lain masih perlu memproses.
Wednesday, November 28, 2007
Telah dibuka: JakartaDoYoga!
[English]
Senang rasanya teman saya, Yusni, sudah berhasil mewujudkan impiannya untuk membuka studio yoga, Jakartadoyoga. Di tengah-tengah kota Jakarta.
Saya mengunjungi acara pembukaan studionya Sabtu lalu. Acaranya dijuluki “Walking meditation and yoga all day long.” Di acara ini jakartadoyoga menyelenggarakan meditasi bergerak ke salah satu taman di dekat studio, satu sesi yoga di taman, dan lima kelas yoga lainnya di studio sepanjang hari. Cara yang pas untuk meluncurkan sebuah studio yoga.
Yang paling saya suka tentang Yusni, studionya, atau pun semua acara yang ia gelar adalah bahwa kalau kita datang ke sana, rasanya kita datang ke acara teman. Tidak terasa ada jarak antara penyelenggara dan peserta.
Dan di sana kita benar-benar bisa merasakan betapa semangatnya si Yusni terhadap yoga. Saya bertandang ke studionya dan bisa merasa bahwa si pemilik tempat ini telah mencurahkan hatinya kepada persiapan dan manajemen studionya.
Salut kepada Yusni, studionya dan seluruh penggemar yoga di Jakarta maupun di seluruh pelosok dunia lain. Kuddos.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.jakartadoyoga.com, email studio@jakartadoyoga.com, atau main-main ke Jl. Sunda No 7, Lantai 3, Menteng.
Senang rasanya teman saya, Yusni, sudah berhasil mewujudkan impiannya untuk membuka studio yoga, Jakartadoyoga. Di tengah-tengah kota Jakarta.
Saya mengunjungi acara pembukaan studionya Sabtu lalu. Acaranya dijuluki “Walking meditation and yoga all day long.” Di acara ini jakartadoyoga menyelenggarakan meditasi bergerak ke salah satu taman di dekat studio, satu sesi yoga di taman, dan lima kelas yoga lainnya di studio sepanjang hari. Cara yang pas untuk meluncurkan sebuah studio yoga.
Yang paling saya suka tentang Yusni, studionya, atau pun semua acara yang ia gelar adalah bahwa kalau kita datang ke sana, rasanya kita datang ke acara teman. Tidak terasa ada jarak antara penyelenggara dan peserta.
Dan di sana kita benar-benar bisa merasakan betapa semangatnya si Yusni terhadap yoga. Saya bertandang ke studionya dan bisa merasa bahwa si pemilik tempat ini telah mencurahkan hatinya kepada persiapan dan manajemen studionya.
Salut kepada Yusni, studionya dan seluruh penggemar yoga di Jakarta maupun di seluruh pelosok dunia lain. Kuddos.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.jakartadoyoga.com, email studio@jakartadoyoga.com, atau main-main ke Jl. Sunda No 7, Lantai 3, Menteng.
Thursday, November 22, 2007
Satu milyar lebih untuk inovator ICT
[English]
Microsoft Indonesia bersama SENADA, sebuah proyek untuk peningkatan daya saing yang didanai oleh USAID, hari ini meluncurkan program iMULAI, sebuah program kompetisi dan penghargaan berskala nasional bagi solusi inovatif untuk keperluan bisnis.
Program iMULAI bertujuan untuk menggugah semangat berinovasi dan menegaskan pentingnya inovasi di kalangan pebisnis Indonesia, serta mendukung terciptanya perekonomian Indonesia yang berdaya saing dan berbasis pengetahuan.
Kompetisi yang akan diselenggarakan hingga tanggal 31 Desember 2007 ini terbuka untuk semua perusahaan Indonesia (baik perusahaan yang baru mulai maupun yang sudah mapan) maupun organisasi non pemerintah.
iMULAI akan memilih tiga pemenang dengan gagasan inovasi paling menjanjikan dan paling berpotensi untuk memberikan dampak positif bagi industri Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia.
Setiap inovasi ini akan menerima dukungan dalam bentuk piranti keras dan piranti lunak bisnis dari Microsoft senilai lebih dari Rp145.000.000 serta pendanaan hibah dari SENADA sebesar Rp220.000.000 untuk biaya pengembangan inovasi.
Untuk info lebih lanjut, kunjungi situs web iMULAI.
Microsoft Indonesia bersama SENADA, sebuah proyek untuk peningkatan daya saing yang didanai oleh USAID, hari ini meluncurkan program iMULAI, sebuah program kompetisi dan penghargaan berskala nasional bagi solusi inovatif untuk keperluan bisnis.
Program iMULAI bertujuan untuk menggugah semangat berinovasi dan menegaskan pentingnya inovasi di kalangan pebisnis Indonesia, serta mendukung terciptanya perekonomian Indonesia yang berdaya saing dan berbasis pengetahuan.
Kompetisi yang akan diselenggarakan hingga tanggal 31 Desember 2007 ini terbuka untuk semua perusahaan Indonesia (baik perusahaan yang baru mulai maupun yang sudah mapan) maupun organisasi non pemerintah.
iMULAI akan memilih tiga pemenang dengan gagasan inovasi paling menjanjikan dan paling berpotensi untuk memberikan dampak positif bagi industri Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia.
Setiap inovasi ini akan menerima dukungan dalam bentuk piranti keras dan piranti lunak bisnis dari Microsoft senilai lebih dari Rp145.000.000 serta pendanaan hibah dari SENADA sebesar Rp220.000.000 untuk biaya pengembangan inovasi.
Untuk info lebih lanjut, kunjungi situs web iMULAI.
Tuesday, November 20, 2007
Serpihan dari alam semesta
[English]
[Pada suatu waktu, teman saya Hanny dan saya sendiri sedang mengalami kemacetan dalam menulis. Lantas kami memutuskan untuk saling menulis di blog yang lain -- saya tulis di blog Hanny, Hanny tulis di blog saya.
Jadi, teman-teman, berikut adalah tulisan blogger tamu pertama saya, Hanny, blogger yang situsnya mungkin merupakan satu-satunya situs blog yang secara rutin saya kunjungi.]
Dear Eva,
Saya tidak tahu apa-apa mengenai spiritualitas, meditasi, yoga, atau hal-hal indah lainnya yang dekat di hatimu. Tetapi, sebagaimana telah kita sepakati, mari memerankan Athena dalam The Witch of Portobello, dan saya akan mulai bercerita tentang hal-hal yang tidak saya ketahui sama sekali...
Sekitar setahun yang lalu, tiba-tiba saja, saya memutuskan untuk menggunakan kata 'splinters' ketika saya tidak ingin mencantumkan nama asli dalam tulisan-tulisan saya. Saya jatuh cinta pada kata itu semasa SMU, ketika saya menemukannya di dalam sebuah puisi oleh Edith Sodergran, The Stars.
Edith adalah penyair yang memperkenalkan modernisme Finland-Swedish dengan rima bebas dalam puisi-puisinya, dan tidak menerima banyak pujian atau perhatian semasa hidupnya, tetapi kini ia dipandang sebagai salah satu penyair terkemuka Finlandia.
Apakah menurutmu Edith terlalu maju dari masanya?
Apakah menurutmu ia menyerupai Athena-nya Coelho dalam The Witch of Portobello?
Terlepas dari itu, saya tidak ingin menganggap hal ini sebagai sebuah kebetulan, tetapi jika kamu mencari kata 'splinter' di dalam kamus, kata itu berarti "a small, thin, sharp piece of wood, glass, or similar material broken off from a larger piece" atau "kepingan / serpihan kecil, tipis, atau tajam dari kayu, kaca, atau materi sejenis yang terpisah/terpecah dari kepingan yang lebih besar".
Bagaimana jika kepingan yang lebih besar itu adalah semesta, Eva? Bagaimana jika saya adalah serpihan dari semesta? Bagaimana jika kita semua adalah serpihan dari alam semesta ini? Bukankah kita memang demikian adanya?
Jadi kini tidaklah sulit untuk membayangkan bahwa kita terhubung satu sama lain dengan suatu cara; bahwa kita mampu melakukan hal-hal yang mulia, bahwa pemikiran kita sangatlah magnetik dan mampu menarik hal-hal yang kita cintai semakin dekat kepada kita, bahwa kita mampu untuk mengupas rahasia semesta, satu demi satu setiap waktu.
Dan ini, Eva, inilah yang saya sebut spiritualitas.
Sesuatu yang telah ada di dalam diri kita semenjak lahir, mengaliri nadi kita dan memacu jantung kita; tetapi kita tetap mencarinya dalam perjalanan-perjalanan yang panjang dan melelahkan itu, hanya untuk mengetahui bahwa sebenarnya kita tidak pernah kehilangan apa-apa.
H.
[Saya gak ubah satu kata pun dalam tulisanmu Han. Karena memang tidak perlu.
Sudah cantik. Sebagaimana biasa.]
[Pada suatu waktu, teman saya Hanny dan saya sendiri sedang mengalami kemacetan dalam menulis. Lantas kami memutuskan untuk saling menulis di blog yang lain -- saya tulis di blog Hanny, Hanny tulis di blog saya.
Jadi, teman-teman, berikut adalah tulisan blogger tamu pertama saya, Hanny, blogger yang situsnya mungkin merupakan satu-satunya situs blog yang secara rutin saya kunjungi.]
Dear Eva,
Saya tidak tahu apa-apa mengenai spiritualitas, meditasi, yoga, atau hal-hal indah lainnya yang dekat di hatimu. Tetapi, sebagaimana telah kita sepakati, mari memerankan Athena dalam The Witch of Portobello, dan saya akan mulai bercerita tentang hal-hal yang tidak saya ketahui sama sekali...
Sekitar setahun yang lalu, tiba-tiba saja, saya memutuskan untuk menggunakan kata 'splinters' ketika saya tidak ingin mencantumkan nama asli dalam tulisan-tulisan saya. Saya jatuh cinta pada kata itu semasa SMU, ketika saya menemukannya di dalam sebuah puisi oleh Edith Sodergran, The Stars.
Edith adalah penyair yang memperkenalkan modernisme Finland-Swedish dengan rima bebas dalam puisi-puisinya, dan tidak menerima banyak pujian atau perhatian semasa hidupnya, tetapi kini ia dipandang sebagai salah satu penyair terkemuka Finlandia.
Apakah menurutmu Edith terlalu maju dari masanya?
Apakah menurutmu ia menyerupai Athena-nya Coelho dalam The Witch of Portobello?
Terlepas dari itu, saya tidak ingin menganggap hal ini sebagai sebuah kebetulan, tetapi jika kamu mencari kata 'splinter' di dalam kamus, kata itu berarti "a small, thin, sharp piece of wood, glass, or similar material broken off from a larger piece" atau "kepingan / serpihan kecil, tipis, atau tajam dari kayu, kaca, atau materi sejenis yang terpisah/terpecah dari kepingan yang lebih besar".
Bagaimana jika kepingan yang lebih besar itu adalah semesta, Eva? Bagaimana jika saya adalah serpihan dari semesta? Bagaimana jika kita semua adalah serpihan dari alam semesta ini? Bukankah kita memang demikian adanya?
Jadi kini tidaklah sulit untuk membayangkan bahwa kita terhubung satu sama lain dengan suatu cara; bahwa kita mampu melakukan hal-hal yang mulia, bahwa pemikiran kita sangatlah magnetik dan mampu menarik hal-hal yang kita cintai semakin dekat kepada kita, bahwa kita mampu untuk mengupas rahasia semesta, satu demi satu setiap waktu.
Dan ini, Eva, inilah yang saya sebut spiritualitas.
Sesuatu yang telah ada di dalam diri kita semenjak lahir, mengaliri nadi kita dan memacu jantung kita; tetapi kita tetap mencarinya dalam perjalanan-perjalanan yang panjang dan melelahkan itu, hanya untuk mengetahui bahwa sebenarnya kita tidak pernah kehilangan apa-apa.
H.
[Saya gak ubah satu kata pun dalam tulisanmu Han. Karena memang tidak perlu.
Sudah cantik. Sebagaimana biasa.]
Sunday, November 18, 2007
Satu bulan lagi
[English]
Ingat “perubahan besar dalam waktu dekat” yang pernah saya singgung beberapa waktu lalu? Nah ini dia.
Saya memutuskan untuk kembali ke habitat alami saya, freelancing. Untuk menjadi seorang communications specialist (jabatan yang saya tuliskan sendiri di kartu nama saya) secara freelance sekali lagi.
Dan kalau boleh jujur, sebenarnya, kali ini lebih dari itu.
Saya memiliki dua hal yang saya gandrungi pada saat ini (tiga kalau kita hitung juga keluarga saya). Pertama, komunikasi. Kedua adalah penyembuhan alami dan segala bawaannya (meditasi, yoga, spiritualisme, dsb).
Pada 2006, saya menyimpulkan bahwa saya tetap menyukai komunikasi. Saya masih menggemari dan bersemangat untuk bekerja di industri itu. Dengan syarat, harus dilakukan untuk suatu tujuan yang bermanfaat untuk masyarakat banyak. Jadi saya memutuskan untuk menfokuskan diri pada isu tanggung jawab sosial korporasi dan proyek pembangunan.
Ketika datang kesempatan untuk menjadi seorang manajer komunikasi penuh-waktu dalam sebuah proyek pembangungan (posisi yang masih saya duduki hingga sekarang), saya menyambutnya dengan gembira.
Satu tahun telah berlalu. Saya kini memiliki konklusi yang berbeda. Ternyata saya tetap tidak merasa 100% sreg dengan kondisi saya. Jiwa ini lelah. Begitu pun tubuh. Otak bingung memikirkan kenapa hal ini masih terus terjadi.
Kemudian datanglah The Witch of Portobello. Sebuah buku yang menempatkan saya dalam jalur kontemplatif yang sudah lama terlupakan. Saya sadar kalau saya harus memilih di antara dua kegandrungan saya tadi.
Meskipun demikian banyak pelajaran yang saya dapat, jaringan sosial/profesional yang terbangun, dan dampak yang telah diciptakan dalam waktu setahun terakhir ini, rasanya komunikasi sudah tidak terasa demikian menggairahkan. Untuk saya.
Saya membayangkan diri ini terus menjalani karir komunikasi dan saya tidak terlalu senang dengan apa yang terbayang. Saya tidak bisa melihat damai. (Tentu, mungkin saja ini hanya bayangan saya yang sangat terbatas).
Pilihan kini (lebih) jelas. Saya akan mengarah pada. Untuk keseribu kalinya, saya akan mendorong diri ini ke wilayah baru, di luar comfort zone saya. Untuk kembali menjadi murid. Saya sudah menemukan beberapa guru. Saya sudah mendaftar untuk dua kursus meditasi di bulan Desember. Suatu awal.
Seperti halnya menulis, komunikasi harus menjadi sebuah medium untuk sesuatu yang lebih besar, atau, secara pragmatis, menjadi cara untuk mencari sesuap nasi (dan segenggam berlian..). Fokus saya kini akan lebih pada penyembuhan.
Pilihan sudah jelas, namun tidak demikian dengan jalan di depan saya. Tak apa. Namanya juga proses. Saya akan mengambil langkah satu demi satu. Dengan bimbingan-Nya. Atau sesuatu agung dalam diri.
Saya mulai menghitung mundur kapan kapal ini mulai berlayar. Sekitar satu bulan dari sekarang. Ambil napas dalam-dalam.
Ingat “perubahan besar dalam waktu dekat” yang pernah saya singgung beberapa waktu lalu? Nah ini dia.
Saya memutuskan untuk kembali ke habitat alami saya, freelancing. Untuk menjadi seorang communications specialist (jabatan yang saya tuliskan sendiri di kartu nama saya) secara freelance sekali lagi.
Dan kalau boleh jujur, sebenarnya, kali ini lebih dari itu.
Saya memiliki dua hal yang saya gandrungi pada saat ini (tiga kalau kita hitung juga keluarga saya). Pertama, komunikasi. Kedua adalah penyembuhan alami dan segala bawaannya (meditasi, yoga, spiritualisme, dsb).
Pada 2006, saya menyimpulkan bahwa saya tetap menyukai komunikasi. Saya masih menggemari dan bersemangat untuk bekerja di industri itu. Dengan syarat, harus dilakukan untuk suatu tujuan yang bermanfaat untuk masyarakat banyak. Jadi saya memutuskan untuk menfokuskan diri pada isu tanggung jawab sosial korporasi dan proyek pembangunan.
Ketika datang kesempatan untuk menjadi seorang manajer komunikasi penuh-waktu dalam sebuah proyek pembangungan (posisi yang masih saya duduki hingga sekarang), saya menyambutnya dengan gembira.
Satu tahun telah berlalu. Saya kini memiliki konklusi yang berbeda. Ternyata saya tetap tidak merasa 100% sreg dengan kondisi saya. Jiwa ini lelah. Begitu pun tubuh. Otak bingung memikirkan kenapa hal ini masih terus terjadi.
Kemudian datanglah The Witch of Portobello. Sebuah buku yang menempatkan saya dalam jalur kontemplatif yang sudah lama terlupakan. Saya sadar kalau saya harus memilih di antara dua kegandrungan saya tadi.
Meskipun demikian banyak pelajaran yang saya dapat, jaringan sosial/profesional yang terbangun, dan dampak yang telah diciptakan dalam waktu setahun terakhir ini, rasanya komunikasi sudah tidak terasa demikian menggairahkan. Untuk saya.
Saya membayangkan diri ini terus menjalani karir komunikasi dan saya tidak terlalu senang dengan apa yang terbayang. Saya tidak bisa melihat damai. (Tentu, mungkin saja ini hanya bayangan saya yang sangat terbatas).
Pilihan kini (lebih) jelas. Saya akan mengarah pada. Untuk keseribu kalinya, saya akan mendorong diri ini ke wilayah baru, di luar comfort zone saya. Untuk kembali menjadi murid. Saya sudah menemukan beberapa guru. Saya sudah mendaftar untuk dua kursus meditasi di bulan Desember. Suatu awal.
Seperti halnya menulis, komunikasi harus menjadi sebuah medium untuk sesuatu yang lebih besar, atau, secara pragmatis, menjadi cara untuk mencari sesuap nasi (dan segenggam berlian..). Fokus saya kini akan lebih pada penyembuhan.
Pilihan sudah jelas, namun tidak demikian dengan jalan di depan saya. Tak apa. Namanya juga proses. Saya akan mengambil langkah satu demi satu. Dengan bimbingan-Nya. Atau sesuatu agung dalam diri.
Saya mulai menghitung mundur kapan kapal ini mulai berlayar. Sekitar satu bulan dari sekarang. Ambil napas dalam-dalam.
Perubahan sudut pandang
[English]
Sudah agak larut dan saya masih ketak-ketuk di meja kantor saya. Ruangan sudah mulai menggelap. Mata ini terus menatap monitor komputer sampai waktu untuk pulang (akhirnya) tiba.
Saya memutar kursi saya untuk melihat ke jendela. Sekedar mengetahui seberapa macetnya kondisi jalan. Dan saya terkagum-kagum pada pemandangan yang terhampar di depan saya.
Langit jingga di atas bayangan gelap pencakar langit Jakarta.
Pemandangan ini sebenarnya sudah dari tadi stand-by di situ, siap untuk menghibur siapa pun yang dinaunginya tanpa pandang bulu, namun satu-satunya yang saya pandangi hingga detik itu adalah komputer saya.
Hal-hal yang bisa kita lihat, kalau saja kita mau mengubah sudut pandang kita.
Sudah agak larut dan saya masih ketak-ketuk di meja kantor saya. Ruangan sudah mulai menggelap. Mata ini terus menatap monitor komputer sampai waktu untuk pulang (akhirnya) tiba.
Saya memutar kursi saya untuk melihat ke jendela. Sekedar mengetahui seberapa macetnya kondisi jalan. Dan saya terkagum-kagum pada pemandangan yang terhampar di depan saya.
Langit jingga di atas bayangan gelap pencakar langit Jakarta.
Pemandangan ini sebenarnya sudah dari tadi stand-by di situ, siap untuk menghibur siapa pun yang dinaunginya tanpa pandang bulu, namun satu-satunya yang saya pandangi hingga detik itu adalah komputer saya.
Hal-hal yang bisa kita lihat, kalau saja kita mau mengubah sudut pandang kita.
Guru
[English]
Bulan ini saya diberkahi kesempatan untuk bertemu dengan (minimal) dua tokoh guru. Sosok yang menurut saya berhak dipanggil “guru”. Sosok dengan ilmu dan keahlian yang demikian tinggi tetapi tetap bisa bersikap sederhana, biasa-biasa saja, dan tidak sungkan untuk mengulurkan tangan.
Pak Budi. Seorang terapis craniosacral. Saya dikenalkan oleh seorang teman. Saya mengunjungi rumahnya suatu malam pada saat ia mengadakan sesi meditasi. Saya tidak terlalu bisa mengenalinya karena ia begitu berbaur dengan yang lain. Kira-kira 10 orang yang hadir mengobrol dan memulai meditasi. Pak Budi kemudian menjawab semua pertanyaan dari peserta dan bahkan dengan senang hati menerapkan penyembuhan ke salah satu hadirin.
Pak Irmansyah Effendi. Pendiri Reiki Tummo. Beberapa tahun lalu saya mengambil kelas Reiki Tummo tetapi belum pernah merasa sreg. Suatu hari seorang teman me-YM saya dan memberitahu akan adanya temu alumni akbar dengan Pak Irmansyah sebagai pembicara. Menarik.
Saya duduk di deretan terdepan. Sang pembicara belum hadir. Kemudian datang seorang muda dengan rambut agak acak-acakan dan baju hawaii biru-putih. Dia sibuk sendiri dengan memasang notebook dan LCD. Seorang perempuan yang duduk di samping saya bilang, “Pak Irmansyah?” dan dia tersenyum. Ya ampun, itu Pak Irmansyah? Wow. Kenapa dia begitu ‘biasa-biasa saja’?
Saya benar-benar menikmati sesi yang diselenggarakan Pak Budi dan pak Irmansyah.
Bulan ini saya juga ‘kehilangan’ seorang guru lain. Pak Pujo yang meninggal dunia bulan lalu. Saya hanya sekali bertemu dengannya namun kesan yang ia tinggali begitu dalam. Wafatnya beliau mengingatkan saya pada satu-satunya saat kami bertemu.
Orang-orang dengan kebijakan yang demikian agung dan kesederhanaan yang mendalam. Orang-orang yang berhak dipanggil “guru”. Dan saya bersyukur memiliki kesempatan untk bertemu dengan mereka.
Jika ditilik dari jumlah guru yang saya temui dalam waktu singkat ini, mungkin sekarang saatnya masuk sekolah lagi. Senang rasanya bisa menjadi murid kembali.
Bulan ini saya diberkahi kesempatan untuk bertemu dengan (minimal) dua tokoh guru. Sosok yang menurut saya berhak dipanggil “guru”. Sosok dengan ilmu dan keahlian yang demikian tinggi tetapi tetap bisa bersikap sederhana, biasa-biasa saja, dan tidak sungkan untuk mengulurkan tangan.
Pak Budi. Seorang terapis craniosacral. Saya dikenalkan oleh seorang teman. Saya mengunjungi rumahnya suatu malam pada saat ia mengadakan sesi meditasi. Saya tidak terlalu bisa mengenalinya karena ia begitu berbaur dengan yang lain. Kira-kira 10 orang yang hadir mengobrol dan memulai meditasi. Pak Budi kemudian menjawab semua pertanyaan dari peserta dan bahkan dengan senang hati menerapkan penyembuhan ke salah satu hadirin.
Pak Irmansyah Effendi. Pendiri Reiki Tummo. Beberapa tahun lalu saya mengambil kelas Reiki Tummo tetapi belum pernah merasa sreg. Suatu hari seorang teman me-YM saya dan memberitahu akan adanya temu alumni akbar dengan Pak Irmansyah sebagai pembicara. Menarik.
Saya duduk di deretan terdepan. Sang pembicara belum hadir. Kemudian datang seorang muda dengan rambut agak acak-acakan dan baju hawaii biru-putih. Dia sibuk sendiri dengan memasang notebook dan LCD. Seorang perempuan yang duduk di samping saya bilang, “Pak Irmansyah?” dan dia tersenyum. Ya ampun, itu Pak Irmansyah? Wow. Kenapa dia begitu ‘biasa-biasa saja’?
Saya benar-benar menikmati sesi yang diselenggarakan Pak Budi dan pak Irmansyah.
Bulan ini saya juga ‘kehilangan’ seorang guru lain. Pak Pujo yang meninggal dunia bulan lalu. Saya hanya sekali bertemu dengannya namun kesan yang ia tinggali begitu dalam. Wafatnya beliau mengingatkan saya pada satu-satunya saat kami bertemu.
Orang-orang dengan kebijakan yang demikian agung dan kesederhanaan yang mendalam. Orang-orang yang berhak dipanggil “guru”. Dan saya bersyukur memiliki kesempatan untk bertemu dengan mereka.
Jika ditilik dari jumlah guru yang saya temui dalam waktu singkat ini, mungkin sekarang saatnya masuk sekolah lagi. Senang rasanya bisa menjadi murid kembali.
Wednesday, November 07, 2007
Buat mama dan papa
Tuhan, maafkan saya dan maafkan papa dan mama.
Sayangi mereka sebagaimana mereka menyayangiku ketika aku kecil. SEJAK aku kecil.
*pelukcium*
Sayangi mereka sebagaimana mereka menyayangiku ketika aku kecil. SEJAK aku kecil.
*pelukcium*
Tuesday, October 09, 2007
Lowongan: PR Manager di SENADA
SENADA, sebuah proyek peningkatan daya saing dengan dana dari USAID, tengah membuka kesempatan bagi satu orang Public Relations Manager senior (Kode: PRM).
Public Relations Manager ini akan mengembangkan dan memimpin implementasi strategi komunikasi SENADA. Strategi tersebut akan mencakup rencana komunikasi SENADA secara keseluruhan dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor usaha, asosiasi industri atau bisnis, pemerintah serta masyarakat yang lebih luas.
Jika Anda memenuhi kriteria ini, silakan kirimkan CV Anda beserta tiga referensi profesional (dilengkapi dengan nomor telepon dan alamat email) melalui email ke SENADA@dai.com (agar lamaran Anda dipertimbangkan Anda harus menulis kode di atas dalam subject email Anda) atau fax ke 021-579-32578 paling lambat Rabu, 24 Oktober 2007.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai posisi ini, Anda dapat men-download dokumen ini. Informasi lebih lanjut mengenai SENADA dapat dilihat di www.senada.or.id.
Public Relations Manager ini akan mengembangkan dan memimpin implementasi strategi komunikasi SENADA. Strategi tersebut akan mencakup rencana komunikasi SENADA secara keseluruhan dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor usaha, asosiasi industri atau bisnis, pemerintah serta masyarakat yang lebih luas.
Jika Anda memenuhi kriteria ini, silakan kirimkan CV Anda beserta tiga referensi profesional (dilengkapi dengan nomor telepon dan alamat email) melalui email ke SENADA@dai.com (agar lamaran Anda dipertimbangkan Anda harus menulis kode di atas dalam subject email Anda) atau fax ke 021-579-32578 paling lambat Rabu, 24 Oktober 2007.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai posisi ini, Anda dapat men-download dokumen ini. Informasi lebih lanjut mengenai SENADA dapat dilihat di www.senada.or.id.
Sunday, October 07, 2007
Kajian: I'tikaf (Oleh A. Chodjim)
[English]
Kata i’tikaf sering kita dengar, terutama menjelang akhir Ramadhan. Orang berbondong-bondong untuk berkumpul di mesjid, shalat jamaah, membaca Al Qur’an dan orang Jawa bilang “le’-le’an”, gak tidur semalaman atau lebih di mesjid.
Apakah esensi i’tikaf itu sendiri?
Inti i’tikaf adalah tafakkur, perenungan untuk mencapai transformasi spiritual, kontemplasi, refleksi diri.
Merenungkan apalah langkah kita selama ini sudah benar, apakah hubungan kita dengan alam semesta sudah harmonis.
Al Qur’an tidak menjelaskan tata cara (syarat dan rukun) i’tikaf. Karena itu, tata cara ini kemudian dijelaskan oleh para imam. Setiap imam memiliki sedikit perbedaan dalam tata cara i’tikaf.
Apa pun namanya, menurut saya pribadi, perenungan itu perlu dilakukan. Perenungan bukan berarti berpikir untuk suatu objektif tertentu, mendapatkan jawaban untuk suatu masalah kita yang spesifik.
Perenungan lebih berarti membuka diri/hati terhadap masuknya energi ilahi, kuasa alam, ke dalam diri.
Energi yang kemudian menuntun kita untuk secara alami, secara otomatis, menjalani hidup sesuai kehendak Allah, sesuai misi dan fungsi kita di dunia.
Catatan lengkap dapat di-download di sini.
Kata i’tikaf sering kita dengar, terutama menjelang akhir Ramadhan. Orang berbondong-bondong untuk berkumpul di mesjid, shalat jamaah, membaca Al Qur’an dan orang Jawa bilang “le’-le’an”, gak tidur semalaman atau lebih di mesjid.
Apakah esensi i’tikaf itu sendiri?
Inti i’tikaf adalah tafakkur, perenungan untuk mencapai transformasi spiritual, kontemplasi, refleksi diri.
Merenungkan apalah langkah kita selama ini sudah benar, apakah hubungan kita dengan alam semesta sudah harmonis.
Al Qur’an tidak menjelaskan tata cara (syarat dan rukun) i’tikaf. Karena itu, tata cara ini kemudian dijelaskan oleh para imam. Setiap imam memiliki sedikit perbedaan dalam tata cara i’tikaf.
Apa pun namanya, menurut saya pribadi, perenungan itu perlu dilakukan. Perenungan bukan berarti berpikir untuk suatu objektif tertentu, mendapatkan jawaban untuk suatu masalah kita yang spesifik.
Perenungan lebih berarti membuka diri/hati terhadap masuknya energi ilahi, kuasa alam, ke dalam diri.
Energi yang kemudian menuntun kita untuk secara alami, secara otomatis, menjalani hidup sesuai kehendak Allah, sesuai misi dan fungsi kita di dunia.
Catatan lengkap dapat di-download di sini.
Saturday, October 06, 2007
The Witch of Portobello
[English]
Saya sebenarnya sudah kurang tertarik sama buku-bukunya Paulo Coelho. Dengan tetap segenap rasa hormat terhadap sang penulis berbakat ini. Cuma tidak pas aja selera saya dengan beliau.
Jadi ketika bukunya The Witch of Portobello keluar, saya bukan salah satu orang yang terburu-buru datang ke toko buku membelinya.
Sampai suatu saat salah satu teman yang sangat saya hargai merekomendasikan buku itu ke saya. Rasa ingin tahu pun muncul. Saya tahu dan percaya sama selera dia terhadap buku.
Pada hari yang saya dia meng-sms saya untuk merekomendasikan buku itu, saya pergi ke toko buku untuk membelinya. Kemudian saya membeli segelas besar kopi hitam dan duduk berjam-jam di warung kopi untuk membaca buku itu.
Saya pulang dan meneruskan bacaan saya. Saya menyelesaikan buku itu dalam satu hari. Gak bisa berhenti.
Kemudian saya cerita ke teman saya yang lain tentang the Witch of Portobello. Tanggapannya sangat tidak saya duga. Ia bilang, "Jadi, hasilnya apa?"
Sebuah pertanyaan yang tajam dan aneh untuk menanggapi sebuah cerita tentang buku yang baru dibaca. Tapi ini juga pertanyaan yang bagus. Apa ya hasilnya?
Hasilnya adalah buku ini membuat saya berpikir tentang hal yang sudah lama terlupakan oleh saya. Melempar saya kembali ke situasi introspektif dan retrospektif.
Jadi, kalau nanti ada perubahan besar dalam hidup saya dalam waktu dekat, Anda bisa salahkan si Paulo Coelho. Atau berterima kasih padanya.
Saya sebenarnya sudah kurang tertarik sama buku-bukunya Paulo Coelho. Dengan tetap segenap rasa hormat terhadap sang penulis berbakat ini. Cuma tidak pas aja selera saya dengan beliau.
Jadi ketika bukunya The Witch of Portobello keluar, saya bukan salah satu orang yang terburu-buru datang ke toko buku membelinya.
Sampai suatu saat salah satu teman yang sangat saya hargai merekomendasikan buku itu ke saya. Rasa ingin tahu pun muncul. Saya tahu dan percaya sama selera dia terhadap buku.
Pada hari yang saya dia meng-sms saya untuk merekomendasikan buku itu, saya pergi ke toko buku untuk membelinya. Kemudian saya membeli segelas besar kopi hitam dan duduk berjam-jam di warung kopi untuk membaca buku itu.
Saya pulang dan meneruskan bacaan saya. Saya menyelesaikan buku itu dalam satu hari. Gak bisa berhenti.
Kemudian saya cerita ke teman saya yang lain tentang the Witch of Portobello. Tanggapannya sangat tidak saya duga. Ia bilang, "Jadi, hasilnya apa?"
Sebuah pertanyaan yang tajam dan aneh untuk menanggapi sebuah cerita tentang buku yang baru dibaca. Tapi ini juga pertanyaan yang bagus. Apa ya hasilnya?
Hasilnya adalah buku ini membuat saya berpikir tentang hal yang sudah lama terlupakan oleh saya. Melempar saya kembali ke situasi introspektif dan retrospektif.
Jadi, kalau nanti ada perubahan besar dalam hidup saya dalam waktu dekat, Anda bisa salahkan si Paulo Coelho. Atau berterima kasih padanya.
Puasakah kita?
[English]
Lalu lintas di Jakarta beberapa hari terakhir ini telah (meng)gila. Saya tidak tahu apakah lalu lintas menjadi seperti ini karena Idul Fitri sudah tinggal seminggu lagi.
Saya masih tidak memahami kenapa lalu lintas di minggu ketiga bulan Ramadhan jauh lebih padat ketimbang lalu lintas di minggu pertama.
Balik ke niat awal saya menulis artikel ini. Jadi ceritanya saya sedang terjepit di tengah kegilaan ini. Saya melihat-lihat sekitar saya. Saya berasumsi bahwa kebanyakan orang di jalan ini semua pada puasa.
Katanya, puasa itu melatih kita untuk sabar. Untuk lebih bisa mengendalikan diri. Untuk menahan diri tidak hanya dari makanan, minuman dan seks, tetapi juga ‘melaparkan’ diri kita dari mengkonsumsi emosi negatif.
Tapi yang bisa saya lihat, saya rasakan adalah betapa agresifnya orang ketika sedang mengendarai kendaraannya. Jarak satu kendaraan dengan kendaraan lain begitu dekat. Motor bersliweran ke sana ke mari, mencoba mencari celah sempit di antara mobil-mobil yang ada.
Tidak ada yang mau memberi jalan ke yang lain. Ketika ada yang mencoba menyalip, kita bisa lihat tiba-tiba wajah si supir yang merasa tersalip mendadak menjadi tegang, emosi.
Saya jadi bertanya-tanya seberapa banyak dari kita yang benar-benar berpuasa. Dan saya tulus berharap bahwa sehabis bulan Ramadhan, kita semua dapat sungguh-sungguh merayakan idul fitri – kembalinya jiwa kita ke keadaan fitrah, suci.
Lalu lintas di Jakarta beberapa hari terakhir ini telah (meng)gila. Saya tidak tahu apakah lalu lintas menjadi seperti ini karena Idul Fitri sudah tinggal seminggu lagi.
Saya masih tidak memahami kenapa lalu lintas di minggu ketiga bulan Ramadhan jauh lebih padat ketimbang lalu lintas di minggu pertama.
Balik ke niat awal saya menulis artikel ini. Jadi ceritanya saya sedang terjepit di tengah kegilaan ini. Saya melihat-lihat sekitar saya. Saya berasumsi bahwa kebanyakan orang di jalan ini semua pada puasa.
Katanya, puasa itu melatih kita untuk sabar. Untuk lebih bisa mengendalikan diri. Untuk menahan diri tidak hanya dari makanan, minuman dan seks, tetapi juga ‘melaparkan’ diri kita dari mengkonsumsi emosi negatif.
Tapi yang bisa saya lihat, saya rasakan adalah betapa agresifnya orang ketika sedang mengendarai kendaraannya. Jarak satu kendaraan dengan kendaraan lain begitu dekat. Motor bersliweran ke sana ke mari, mencoba mencari celah sempit di antara mobil-mobil yang ada.
Tidak ada yang mau memberi jalan ke yang lain. Ketika ada yang mencoba menyalip, kita bisa lihat tiba-tiba wajah si supir yang merasa tersalip mendadak menjadi tegang, emosi.
Saya jadi bertanya-tanya seberapa banyak dari kita yang benar-benar berpuasa. Dan saya tulus berharap bahwa sehabis bulan Ramadhan, kita semua dapat sungguh-sungguh merayakan idul fitri – kembalinya jiwa kita ke keadaan fitrah, suci.
Wednesday, October 03, 2007
Menjadi seorang murid
[English]
Baru-baru ini, di rumah seorang teman dengan sekelompok orang lainnya, kami berdiskusi panjang lebar tentang puisi yang saya taruh di blog saya satunya, puisi berjudul It is a pleasure to be a student. Salah seorang teman kami adalah seorang guru. Dia bilang dia kadang ndaftar ikut suatu kelas untuk menjadi murid lagi.
Saya punya interpretasi, pemahaman yang berbeda.
Bagi saya merasa menjadi murid ketika kita memang seorang murid itu relatif mudah. Kalau saya ikut ndaftar suatu kelas, tentu saya merasa saya seorang murid karena saya memang benar-benar seorang murid.
Yang lebih menantang adalah untuk menjadi murid setiap detik dalam kehidupan kita. Untuk merasakan kerendahan hati bahwa saya bisa belajar dari orang yang sedang berada di depan saya karena ada yang dia ketahui yang tidak saya ketahui. Untuk memiliki antusiasme, keinginan, semangat untuk belajar.
Jujur deh. Ketika kita seorang manajer, direktur, vice president, seorang senior di tempat kita bekerja, dan kita berhadapan dengan seorang magang yang lulus kuliah aja belum, apa dengan mudah kita bisa merasa bahwa kita bisa belajar dari si anak magang ini? Atau kita memutarkan bola mata, tersenyum sinis dan ngedumel setiap kali dia mengatakan sesuatu yang 'gak pas'? Ya, kira-kira begitu lah.
Saya tidak bisa melupakan puisi tersebut waktu itu. Puisi itu seperti pengingat buat saya (untuk tidak mengatakan tamparan di muka)bagi orang yang sangat percaya diri, arogan, sok tahu ini untuk belajar kepada setiap orang yang ia temui, setiap kejadian yang ia alami dalam hidup ini.
Kadang saya melemparkan diri saya ke sesuatu yang benar-benar baru, sengaja atau tidak sengaja. Untuk kembali menjadi murid kelas satu, murid pemula, sekali lagi.
Mungkin sudah waktunya saya kembali melakukannya.
Baru-baru ini, di rumah seorang teman dengan sekelompok orang lainnya, kami berdiskusi panjang lebar tentang puisi yang saya taruh di blog saya satunya, puisi berjudul It is a pleasure to be a student. Salah seorang teman kami adalah seorang guru. Dia bilang dia kadang ndaftar ikut suatu kelas untuk menjadi murid lagi.
Saya punya interpretasi, pemahaman yang berbeda.
Bagi saya merasa menjadi murid ketika kita memang seorang murid itu relatif mudah. Kalau saya ikut ndaftar suatu kelas, tentu saya merasa saya seorang murid karena saya memang benar-benar seorang murid.
Yang lebih menantang adalah untuk menjadi murid setiap detik dalam kehidupan kita. Untuk merasakan kerendahan hati bahwa saya bisa belajar dari orang yang sedang berada di depan saya karena ada yang dia ketahui yang tidak saya ketahui. Untuk memiliki antusiasme, keinginan, semangat untuk belajar.
Jujur deh. Ketika kita seorang manajer, direktur, vice president, seorang senior di tempat kita bekerja, dan kita berhadapan dengan seorang magang yang lulus kuliah aja belum, apa dengan mudah kita bisa merasa bahwa kita bisa belajar dari si anak magang ini? Atau kita memutarkan bola mata, tersenyum sinis dan ngedumel setiap kali dia mengatakan sesuatu yang 'gak pas'? Ya, kira-kira begitu lah.
Saya tidak bisa melupakan puisi tersebut waktu itu. Puisi itu seperti pengingat buat saya (untuk tidak mengatakan tamparan di muka)bagi orang yang sangat percaya diri, arogan, sok tahu ini untuk belajar kepada setiap orang yang ia temui, setiap kejadian yang ia alami dalam hidup ini.
Kadang saya melemparkan diri saya ke sesuatu yang benar-benar baru, sengaja atau tidak sengaja. Untuk kembali menjadi murid kelas satu, murid pemula, sekali lagi.
Mungkin sudah waktunya saya kembali melakukannya.
Sepi
[English]
Saya baru menyadari bahwa sudah lama saya tidak menulis di blog saya. Di blog yang mana pun.
Bukannya saya tidak mau. Bukannya saya tidak punya waktu. Tetapi saya hanya tidak tahu mau menulis apa.
Saya tidak tahu harus menulis apa. Weleh, kacau.
Seorang teman pernah bilang bahwa menurutnya tulisan-tulisan saya selama saya di Spanyol bagus-bagus. Dia bertanya apakah itu karena suasana mendukung, atau karena situasi hati saya. Dua-duanya.
Jadi jika saya menulis dengan baik apabila suasana sekitar mendukung dan hati saya sedang dalam suasana hati yang pas, maka apa arti "gak tau mau nulis apa"? Weleh, kacau.
Saya baru menyadari bahwa sudah lama saya tidak menulis di blog saya. Di blog yang mana pun.
Bukannya saya tidak mau. Bukannya saya tidak punya waktu. Tetapi saya hanya tidak tahu mau menulis apa.
Saya tidak tahu harus menulis apa. Weleh, kacau.
Seorang teman pernah bilang bahwa menurutnya tulisan-tulisan saya selama saya di Spanyol bagus-bagus. Dia bertanya apakah itu karena suasana mendukung, atau karena situasi hati saya. Dua-duanya.
Jadi jika saya menulis dengan baik apabila suasana sekitar mendukung dan hati saya sedang dalam suasana hati yang pas, maka apa arti "gak tau mau nulis apa"? Weleh, kacau.
Tuesday, September 25, 2007
Anak hilang
Kemarin malam keluarga saya pergi makan malam bareng, merayakan ulang tahun ponakan saya.
Ketika kami berjalan keluar restoran, tiba-tiba ada seorang anak yang mungkin berusia sekitar empat tahun, ikutan dalam rombongan kami. Kakak-kakak saya bertanya ke anak itu, papa mamanya mana? Si anak gak menjawab dan kami tidak melihat ada orang dewasa lain di sekitar kami.
Jadi keluarga saya berhenti berjalan. Satu abang saya balik masuk ke restoran, mencoba untuk mencari keluarga si anak. Dia tidak kembali sampai dia menemukan keluarga itu, sementara yang lainnya menunggu bareng si anak di depan.
Si anak sudah kembali bersama keluarganya. Kami pun berjalan pulang.
Selamat ulang tahun, ji. Kamu punya keluarga yang baik.
Ketika kami berjalan keluar restoran, tiba-tiba ada seorang anak yang mungkin berusia sekitar empat tahun, ikutan dalam rombongan kami. Kakak-kakak saya bertanya ke anak itu, papa mamanya mana? Si anak gak menjawab dan kami tidak melihat ada orang dewasa lain di sekitar kami.
Jadi keluarga saya berhenti berjalan. Satu abang saya balik masuk ke restoran, mencoba untuk mencari keluarga si anak. Dia tidak kembali sampai dia menemukan keluarga itu, sementara yang lainnya menunggu bareng si anak di depan.
Si anak sudah kembali bersama keluarganya. Kami pun berjalan pulang.
Selamat ulang tahun, ji. Kamu punya keluarga yang baik.
Tuesday, September 11, 2007
Gimana caranya bilang dirimu orang baik-baik?
[English]
Itu pertanyaan seorang teman. Untuk percakapan ini, mari kita bilang A dan B. Kedua teman saya ini dulunya juga berteman, tapi sekarang tidak. Perpisahan berlangsung panas. (untuk sopannya).
Pada dasarnya, menurut A, B adalah ular, dan rasanya pikiran itu berlaku dua arah. Mungkin hewan yang berbeda, tapi setara. Jadi teman A mengatakan ke saya, “Gimana caranya loe bilang diri loe orang baek-baek kalau loe temenan sama dia?”
Pertanyaan yang bagus. Well, pertama-tama, saya tidak pernah mengatakan diri saya orang baek-baek. Kedua, apakah saya salah kalau berteman dengan orang yang dianggap binatang melata oleh orang(-orang) lain?
Saya kemudian mendiskusikan ini dengan ular itu sendiri. Maksud saya, B, tanpa menyebut A. Saya bilang, “mungkin karena gua yakin loe gak akan bisa melukai gua.”
B bilang, “Gak bisa. Loe gak boleh bilang gitu. Itu sombong namanya. Loe harusnya bilang karena loe gak punya niat jelek ke gua.”
Dia benar. Saya memang tidak memiliki niat jelek padanya, dan karena itu, insya Allah, akan aman-aman saja bagi saya untuk bermain dengan sang ular. Bahkan ular pun memiliki mutiara kebijakannya sendiri.
Itu pertanyaan seorang teman. Untuk percakapan ini, mari kita bilang A dan B. Kedua teman saya ini dulunya juga berteman, tapi sekarang tidak. Perpisahan berlangsung panas. (untuk sopannya).
Pada dasarnya, menurut A, B adalah ular, dan rasanya pikiran itu berlaku dua arah. Mungkin hewan yang berbeda, tapi setara. Jadi teman A mengatakan ke saya, “Gimana caranya loe bilang diri loe orang baek-baek kalau loe temenan sama dia?”
Pertanyaan yang bagus. Well, pertama-tama, saya tidak pernah mengatakan diri saya orang baek-baek. Kedua, apakah saya salah kalau berteman dengan orang yang dianggap binatang melata oleh orang(-orang) lain?
Saya kemudian mendiskusikan ini dengan ular itu sendiri. Maksud saya, B, tanpa menyebut A. Saya bilang, “mungkin karena gua yakin loe gak akan bisa melukai gua.”
B bilang, “Gak bisa. Loe gak boleh bilang gitu. Itu sombong namanya. Loe harusnya bilang karena loe gak punya niat jelek ke gua.”
Dia benar. Saya memang tidak memiliki niat jelek padanya, dan karena itu, insya Allah, akan aman-aman saja bagi saya untuk bermain dengan sang ular. Bahkan ular pun memiliki mutiara kebijakannya sendiri.
SMS
[English]
Saya menerima sebuah sms hari ini. Sepupu saya, anaknya meninggal dalam kandungan.
Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan. Saya ingin teman saya pernah bertanya pada saya, apa cobaan yang paling saya takuti, dan saya bilang, “untuk melihat anak saya meninggal sebelum saya.”
Saya tidak tau kenapa saya mengatakan itu. Saya sendiri belum memiliki anak. Saya hanya bisa membayangkan. Sebenarnya, mungkin saya tidak akan bisa membayangkan sampai saya benar punya anak. Semoga saya tidak pernah harus membayangkannya. Moga-moga tidak akan pernah.
.baek-baek.
Saya menerima sebuah sms hari ini. Sepupu saya, anaknya meninggal dalam kandungan.
Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan. Saya ingin teman saya pernah bertanya pada saya, apa cobaan yang paling saya takuti, dan saya bilang, “untuk melihat anak saya meninggal sebelum saya.”
Saya tidak tau kenapa saya mengatakan itu. Saya sendiri belum memiliki anak. Saya hanya bisa membayangkan. Sebenarnya, mungkin saya tidak akan bisa membayangkan sampai saya benar punya anak. Semoga saya tidak pernah harus membayangkannya. Moga-moga tidak akan pernah.
.baek-baek.
Monday, September 10, 2007
Sunday, September 09, 2007
Catatan: Mutiara kerukunan (Pak Arif Rachman)
[English]
Catan ini saya buat ketika Pak Arif memberikan ceramah berkenaan dengan peringatan 1000 harinya ibu mertua kakak saya.
Pak Arif membuka ceramahnya dengan mengatakan kata pengantar biasa “Assalamu alaikum wr wb. Shawalat dan salam.. “ dan dilanjutkan dengan kata “doa dan keselamatan semoga tercurah kepada kita semua, terutama kepada sahibul bait (pemilik rumah) dan para guru kita.”
Al Qur’an mengatakan dalam salah satu ayatnya. “Berpuasalah engkau … agar kamu menjadi orang yang bertakwa.” Takwa inilah ujung dan muara kita.
Karena itu kita diberikan petunjuk, sebuah kunci surga berupa Al Qur’an, dengan ayat pertama yang turun memerintahkan kita untuk membaca (iqra). Membaca tidak sekedar membaca, tetapi memahami, yang maknanya lebih luas dan mencakup: dikerjakan, dijadikan bagian dari pribadi kita dan alat bagi kita untuk hidup bersama penuh kerukunan.
Kerukunan ini harus diupayakan dan tidak hadir begitu saja. Ada lima mutiara kerukunan, lima mutiara dalam hidup:
(1) Hendaknya kita dalam mengerjakan sesuatu, selalu mengingat Allah, dzikrullah.
(2) Beramal dengan ikhlas. Pak Arif mengatakan bahwa apabila kita ingin belajar tentang ikhlas, maka kita dapat berguru pada ibunda kita masing-masing (*terharu*).
(3) Shalat. Dalam shalat kita diingatkan “sadar donk.. tujuan hidupmu itu apa”, dalam kata-kata “sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua hanya karena Tuhan seru sekalian alam.”
(4) Sabar. Sabar yang benarSabar yang diiringi oleh ketaatan kepada Allah, banyak beramal, dan bersujud taubat di ujung malam.
(5) Syukur. Pak Arif bilang, orang sekarang lebih pintar mengeluuuuuuuuuuuuuuuuuuuh terus. Kok ya gak berhenti-henti mengeluh. Padahal keluhan kita ini akan menutup diri dari sesuatu yang hendak Dia buka. Biasakan mengucap alhamdulillah.
Catatan lengkap dapat di-download di sini.
Moga-moga bermanfaat.
Catan ini saya buat ketika Pak Arif memberikan ceramah berkenaan dengan peringatan 1000 harinya ibu mertua kakak saya.
Pak Arif membuka ceramahnya dengan mengatakan kata pengantar biasa “Assalamu alaikum wr wb. Shawalat dan salam.. “ dan dilanjutkan dengan kata “doa dan keselamatan semoga tercurah kepada kita semua, terutama kepada sahibul bait (pemilik rumah) dan para guru kita.”
Al Qur’an mengatakan dalam salah satu ayatnya. “Berpuasalah engkau … agar kamu menjadi orang yang bertakwa.” Takwa inilah ujung dan muara kita.
Karena itu kita diberikan petunjuk, sebuah kunci surga berupa Al Qur’an, dengan ayat pertama yang turun memerintahkan kita untuk membaca (iqra). Membaca tidak sekedar membaca, tetapi memahami, yang maknanya lebih luas dan mencakup: dikerjakan, dijadikan bagian dari pribadi kita dan alat bagi kita untuk hidup bersama penuh kerukunan.
Kerukunan ini harus diupayakan dan tidak hadir begitu saja. Ada lima mutiara kerukunan, lima mutiara dalam hidup:
(1) Hendaknya kita dalam mengerjakan sesuatu, selalu mengingat Allah, dzikrullah.
(2) Beramal dengan ikhlas. Pak Arif mengatakan bahwa apabila kita ingin belajar tentang ikhlas, maka kita dapat berguru pada ibunda kita masing-masing (*terharu*).
(3) Shalat. Dalam shalat kita diingatkan “sadar donk.. tujuan hidupmu itu apa”, dalam kata-kata “sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua hanya karena Tuhan seru sekalian alam.”
(4) Sabar. Sabar yang benarSabar yang diiringi oleh ketaatan kepada Allah, banyak beramal, dan bersujud taubat di ujung malam.
(5) Syukur. Pak Arif bilang, orang sekarang lebih pintar mengeluuuuuuuuuuuuuuuuuuuh terus. Kok ya gak berhenti-henti mengeluh. Padahal keluhan kita ini akan menutup diri dari sesuatu yang hendak Dia buka. Biasakan mengucap alhamdulillah.
Catatan lengkap dapat di-download di sini.
Moga-moga bermanfaat.
Kajian: Puasa (Oleh Bapak Memed)
[English]
Kajian ini membahas dasar hukum puasa, yaitu QS Al Baqarah (2):183-188, dan tujuan puasa. Dikatakan bahwa ada tiga tujuan puasa:
Pertama: menaikkan peringkat manusia, peringkat orang-orang mukmin, menjadi orang yang bertakwa yang senantiasa memelihara diri, mendekatkan diri kepada Allah, merasa takut kepada Allah, merasa diri selalu dilihat oleh Allah.
Kedua: syakirin – bersyukur. Menyadari apa yang kita terima selama ini, menerima apa yang ada pada kita, merawatnya dan memanfaatkannya.
Ketiga: rasyidin – orang yang hidupnya bersih.
Ayat-ayat ini, terutama yang menekankan untuk memberikan fidyah, juga menekankan nilai sosial dalam puasa. Agar kita kita melupakan nasib kaum yang lebih kurang beruntung ketimbang kita.
Jangan sampai kita meninggalkan/menciptakan begerasi yang lemah, baik secara fisik maupun mental – perlu ada perbaikan gizi dan pendidikan. Kalau bukan kita yang mengubahnya, siapa lagi?
Di akhir puasa, ujian sebenarnya adalah dengan menilik cara hidup kita masing-masing setelah Ramadhan, lihat cara kita berbicara, lihat cara kita bersikap, dan lihat cara kita memanfaatkan harta. Apakah kita masih menyukai hal-hal yang haram atau tidak.
Selamat menjalankan ibadah puasa. Maaf atas segala kesalahan saya. Semoga kita dapat meningkatkan jiwa kita ke tingkat takwa dan tidak sekedar merasa haus dan lapar semata.
Catatan lengkap dapat di-download di sini.
Kajian ini membahas dasar hukum puasa, yaitu QS Al Baqarah (2):183-188, dan tujuan puasa. Dikatakan bahwa ada tiga tujuan puasa:
Pertama: menaikkan peringkat manusia, peringkat orang-orang mukmin, menjadi orang yang bertakwa yang senantiasa memelihara diri, mendekatkan diri kepada Allah, merasa takut kepada Allah, merasa diri selalu dilihat oleh Allah.
Kedua: syakirin – bersyukur. Menyadari apa yang kita terima selama ini, menerima apa yang ada pada kita, merawatnya dan memanfaatkannya.
Ketiga: rasyidin – orang yang hidupnya bersih.
Ayat-ayat ini, terutama yang menekankan untuk memberikan fidyah, juga menekankan nilai sosial dalam puasa. Agar kita kita melupakan nasib kaum yang lebih kurang beruntung ketimbang kita.
Jangan sampai kita meninggalkan/menciptakan begerasi yang lemah, baik secara fisik maupun mental – perlu ada perbaikan gizi dan pendidikan. Kalau bukan kita yang mengubahnya, siapa lagi?
Di akhir puasa, ujian sebenarnya adalah dengan menilik cara hidup kita masing-masing setelah Ramadhan, lihat cara kita berbicara, lihat cara kita bersikap, dan lihat cara kita memanfaatkan harta. Apakah kita masih menyukai hal-hal yang haram atau tidak.
Selamat menjalankan ibadah puasa. Maaf atas segala kesalahan saya. Semoga kita dapat meningkatkan jiwa kita ke tingkat takwa dan tidak sekedar merasa haus dan lapar semata.
Catatan lengkap dapat di-download di sini.
Friday, September 07, 2007
Pesan minggu ini: Doa
[English]
Pesan-pesan ini kadang terasa semakin lama semakin halus.
Minggu ini merupakan minggu yang sibuk buat saya. Dua hari lalu, seorang pengunjung blog saya yang lama meninggalkan sebuah pesan. Entah kenapa dia menyarankan saya untuk berdoa, karena dia bilang doa memiliki kekuatan luar biasa.
Kemarin, saya baru sadar kalau SIM saya tidak ada di tempat biasa. Saya terus berpikir tetapi tidak bisa mengingat dimana saya menaruhnya. Saya punya kebiasaan gak bawa tas dan menitipkan kartu pengenal saya di tas siapa pun yang waktu itu pergi dengan saya.
Pagi ini, dalam perjalanan saya ke kantor, saya meminta kepada ‘Dia’ untuk membiarkan/membolehkan/membantu saya untuk mengingat. (Rasanya) Tiba-tiba saya teringat kakak saya.
Kemudian saya berpikir kapan terakhir kali saya pergi dengan kakak saya tanpa membawa tas. Owh, malam itu, di kota asal kami. Sekarang, dimana ya tepatnya saya taruh SIM itu? Hm, di kantong kamera.
‘Kebetulan’ saya membawa kantong kamera itu (bersama kameranya..). Saya keluarkan kantong kamera dari tas saya dan membukanya. Dan di situlah dia. SIM saya.
Berasa, seakan ‘Dia’ menyapa,”… tinggal nanya sebenarnya..”
Pesan-pesan ini kadang terasa semakin lama semakin halus.
Minggu ini merupakan minggu yang sibuk buat saya. Dua hari lalu, seorang pengunjung blog saya yang lama meninggalkan sebuah pesan. Entah kenapa dia menyarankan saya untuk berdoa, karena dia bilang doa memiliki kekuatan luar biasa.
Kemarin, saya baru sadar kalau SIM saya tidak ada di tempat biasa. Saya terus berpikir tetapi tidak bisa mengingat dimana saya menaruhnya. Saya punya kebiasaan gak bawa tas dan menitipkan kartu pengenal saya di tas siapa pun yang waktu itu pergi dengan saya.
Pagi ini, dalam perjalanan saya ke kantor, saya meminta kepada ‘Dia’ untuk membiarkan/membolehkan/membantu saya untuk mengingat. (Rasanya) Tiba-tiba saya teringat kakak saya.
Kemudian saya berpikir kapan terakhir kali saya pergi dengan kakak saya tanpa membawa tas. Owh, malam itu, di kota asal kami. Sekarang, dimana ya tepatnya saya taruh SIM itu? Hm, di kantong kamera.
‘Kebetulan’ saya membawa kantong kamera itu (bersama kameranya..). Saya keluarkan kantong kamera dari tas saya dan membukanya. Dan di situlah dia. SIM saya.
Berasa, seakan ‘Dia’ menyapa,”… tinggal nanya sebenarnya..”
Macet
[English]
Hari ini jalan lebih macet dari biasa. Waktu tempuh yang biasanya tiga per empat jam, malam ini menjadi tiga hingga empat jam. Hujan.
Saya langsung berpikir tentang Sutiyoso dan rencananya untuk membuat bus way di jalan tempat saya sempat termangu-mangu karena gak bisa kemana-mana ini, menjadikan jalan yang tadinya dua lajur (satu arah) menjadi satu lajur.
Namun kemacetan lalu lintas selalu menjadi tempat berlatih saya yang baik. Membuat saya sadar naik turunnya ke(tidak)sabaran saya. Termasuk malam ini.
Saya dapat mendengar orang-orang mengklakson dengan emosional. Semua tampak lelah. Ingin pulang tapi tidak tidak tau bagaimana cara mencapainya (lebih cepat).
Saya melihat pasangan muda dengan anaknya naik motor, sharing satu poncho hujan berwarna hijau. Saya jadi membayangkan orang-orang yang bisa bernaung dari hujan pun tidak bisa.
Saya melihat seorang anak lain di pompa bensin bermain dengan gembiranya dengan sang bunda, mungkin merasa bahagia mendapatkan rehat lima menit setelah berkendara begitu lama.
Saya melihat tukang nasi goreng yang bertambah laris.
Dan saya melihat rumah saya. Dengan kebahagiaan yang melebihi sehari-harinya.
Malam ini juga merupakan salah satu saat-saat, dimana saya berpikir, hm, kamar mandi ok juga nih.
Hari ini jalan lebih macet dari biasa. Waktu tempuh yang biasanya tiga per empat jam, malam ini menjadi tiga hingga empat jam. Hujan.
Saya langsung berpikir tentang Sutiyoso dan rencananya untuk membuat bus way di jalan tempat saya sempat termangu-mangu karena gak bisa kemana-mana ini, menjadikan jalan yang tadinya dua lajur (satu arah) menjadi satu lajur.
Namun kemacetan lalu lintas selalu menjadi tempat berlatih saya yang baik. Membuat saya sadar naik turunnya ke(tidak)sabaran saya. Termasuk malam ini.
Saya dapat mendengar orang-orang mengklakson dengan emosional. Semua tampak lelah. Ingin pulang tapi tidak tidak tau bagaimana cara mencapainya (lebih cepat).
Saya melihat pasangan muda dengan anaknya naik motor, sharing satu poncho hujan berwarna hijau. Saya jadi membayangkan orang-orang yang bisa bernaung dari hujan pun tidak bisa.
Saya melihat seorang anak lain di pompa bensin bermain dengan gembiranya dengan sang bunda, mungkin merasa bahagia mendapatkan rehat lima menit setelah berkendara begitu lama.
Saya melihat tukang nasi goreng yang bertambah laris.
Dan saya melihat rumah saya. Dengan kebahagiaan yang melebihi sehari-harinya.
Malam ini juga merupakan salah satu saat-saat, dimana saya berpikir, hm, kamar mandi ok juga nih.
Monday, August 27, 2007
Kesabaran
[English]
Pernah gak keluar dari parkiran mall kemudian melihat di karcis parkir, ternyata kita menghabiskan waktu tiga jam lewat SATU menit. Yang berarti membayar 2000 rupiah lebih gara-gara satu menit itu. Sebel.
Kalau lagi begitu, kelihatan sekali ketidaksabaran saya. Jadi kadang-kadang kalau anehnya lagi keluar, saya suka buru-buru ‘ngejar’ supaya gak perlu bayar yang satu menit itu. Gak penting banget ya.
Jadi tadi saya dengan sadar berusaha melatih kesabaran saya. Di gym, saya melihat jam, hm, kayaknya sudah bakal mepet nih. Dan saya sengaja memperlambat gerakan saya. Mengunci locker dengan hati-hati. Mengeringkan rambut pelan-pelan.
Sempat saya kehilangan ritme itu. Menjadi terburu-buru kembali. Mendadak ketika saya mau membuka locker, saya salah mengambil kunci. Saya kembali ke ritme saya. Sadar.
Tiket parkir ada di dalam dompet kunci saya dan saya sengaja tidak menengok ke tiket parkir itu barang sedikit pun. Saya berjalan dengan perlahan ke mobil saya. Naik eskalator dan tidak berusaha mempercepat langkah.
Saya buka mobil dan meluncur menuju pintu keluar dengan santai. Baru ketika mendekati tempat parkir, saya keluarkan tiket parkir itu.
Pernah gak keluar dari parkiran mall kemudian melihat di karcis parkir, ternyata kita menghabiskan waktu tiga jam lewat SATU menit. Yang berarti membayar 2000 rupiah lebih gara-gara satu menit itu. Sebel.
Kalau lagi begitu, kelihatan sekali ketidaksabaran saya. Jadi kadang-kadang kalau anehnya lagi keluar, saya suka buru-buru ‘ngejar’ supaya gak perlu bayar yang satu menit itu. Gak penting banget ya.
Jadi tadi saya dengan sadar berusaha melatih kesabaran saya. Di gym, saya melihat jam, hm, kayaknya sudah bakal mepet nih. Dan saya sengaja memperlambat gerakan saya. Mengunci locker dengan hati-hati. Mengeringkan rambut pelan-pelan.
Sempat saya kehilangan ritme itu. Menjadi terburu-buru kembali. Mendadak ketika saya mau membuka locker, saya salah mengambil kunci. Saya kembali ke ritme saya. Sadar.
Tiket parkir ada di dalam dompet kunci saya dan saya sengaja tidak menengok ke tiket parkir itu barang sedikit pun. Saya berjalan dengan perlahan ke mobil saya. Naik eskalator dan tidak berusaha mempercepat langkah.
Saya buka mobil dan meluncur menuju pintu keluar dengan santai. Baru ketika mendekati tempat parkir, saya keluarkan tiket parkir itu.
Saya masuk jam 19:44:53. Saya keluar jam 21:43:59.
Tuhan memang bener-bener suka becanda.
Tuhan memang bener-bener suka becanda.
Sahabat
[English]
Saya suka dengan Bahasa Indonesia dalam hal ini. Ada kawan, teman dan ada sahabat. Setiap orang Indonesia (kayaknya) tahu dimana letak perbedaannya, walau sulit untuk memberikan definisi tepatnya.
Ya begitulah. Kita menggunakan kata teman dengan entengnya. Kenalin, teman saya. Teman saya SMA, teman kuliah saya, teman kerja, dsb. Di lain pihak, kata “sahabat” begitu kita gunakan dengan hati-hati.
Itu terjadi kepada saya beberapa waktu yang lalu. Saya menceritakan seorang sahabat kepada seorang teman (atau sahabat juga?) yang lain. Komentarnya adalah, “Pasti loe deket banget ama dia ya?”
Kenapa memangnya, saya tanya. Dia bilang, “Karena loe jarang banget merujuk ke seseorang sebagai seorang sahabat.” Saya tidak menyadari hal kebiasaan (atau ketidakbiasaan) tersebut sampai detik itu. Benar juga.
Tapi yang saya ceritakan waktu itu memang benar sahabat saya. Sahabat-sahabat yang telah lebih dari 15 tahun bersama saya, melihat segala perubahan saya, up and down saya, dan tetap saja tenang-tenang berada di sekitar saya.
Yang cuma melemparkan senyum dan ekspresi pasrah kalau saya sedang dalam mood yang satu itu, atau saya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan.
Orang-orang yang gak perlu saya bercerita sudah bisa membaca saya. Kadang tanpa berbicara mereka cuma menepuk punggung saya, melingkarkan tangannya di pundak saya. Yang bisa dengan seenaknya berkomentar, “Jelek amat tampang loe.”
The 91 girls. Love you all to bits. Artikel ini untuk merayakan perjalanan naik turun kiri kanan maju mundur dalam hidup kita. Untuk persahabatan seumur hidup yang telah kita bina selama ini.
Saya suka dengan Bahasa Indonesia dalam hal ini. Ada kawan, teman dan ada sahabat. Setiap orang Indonesia (kayaknya) tahu dimana letak perbedaannya, walau sulit untuk memberikan definisi tepatnya.
Ya begitulah. Kita menggunakan kata teman dengan entengnya. Kenalin, teman saya. Teman saya SMA, teman kuliah saya, teman kerja, dsb. Di lain pihak, kata “sahabat” begitu kita gunakan dengan hati-hati.
Itu terjadi kepada saya beberapa waktu yang lalu. Saya menceritakan seorang sahabat kepada seorang teman (atau sahabat juga?) yang lain. Komentarnya adalah, “Pasti loe deket banget ama dia ya?”
Kenapa memangnya, saya tanya. Dia bilang, “Karena loe jarang banget merujuk ke seseorang sebagai seorang sahabat.” Saya tidak menyadari hal kebiasaan (atau ketidakbiasaan) tersebut sampai detik itu. Benar juga.
Tapi yang saya ceritakan waktu itu memang benar sahabat saya. Sahabat-sahabat yang telah lebih dari 15 tahun bersama saya, melihat segala perubahan saya, up and down saya, dan tetap saja tenang-tenang berada di sekitar saya.
Yang cuma melemparkan senyum dan ekspresi pasrah kalau saya sedang dalam mood yang satu itu, atau saya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan.
Orang-orang yang gak perlu saya bercerita sudah bisa membaca saya. Kadang tanpa berbicara mereka cuma menepuk punggung saya, melingkarkan tangannya di pundak saya. Yang bisa dengan seenaknya berkomentar, “Jelek amat tampang loe.”
The 91 girls. Love you all to bits. Artikel ini untuk merayakan perjalanan naik turun kiri kanan maju mundur dalam hidup kita. Untuk persahabatan seumur hidup yang telah kita bina selama ini.
Sunday, August 26, 2007
Pilgrim for Life
[English]
Kita terus ngobrolin tentang tulis-menulis. Kita ngobrolin tentang blog kita masing-masing. “Tulisan loe waktu di Spanyol bagus-bagus. Kenapa? Apa karena suasana?”
Saya jadi tergelitik. Iya, kenapa ya? Jadi saya lihat kembali tulisan saya di blog itu. Saya jadi terbawa emosi. Mencuatkan kembali begitu banyak memori dan rasa.
Tulisan yang terindah adalah ketika kita menulis dengan hati. Dan kita tidak bisa menulis dengan hati kalau kita tidak merasakan kehadiran hati itu, ketika kita berjalan tanpanya pas di sisi kita. Karena itu tulisan saya dulu berbeda dengan yang sekarang.
Sekembali saya dari Spanyol, saya bilang ke seorang teman bahwa untuk merasakan ketenangan selama di Spanyol itu gampang. Tantangannya adalah untuk terus menjaga sensasi itu, suasana hati itu, di tengah kebisingan jakarta yang sibuk, dalam himpitan tenggat waktu pekerjaan, isu-isu keluarga dan teman, serta problema bangsa dan negara.
Saya pernah bilang baru-baru ini bahwa saya merasa kok tulisan saya sudah mulai kontemplatif lagi ya. Mungkin memang itu adalah tempat ‘pelarian’ saya. Tempat menenangkan diri saya. Pada saat jiwa sudah mulai terlalu lelah berjibaku dengan segala hal-hal gak penting dalam hidup. Ketika tanda-tanda untuk memfokuskan diri kembali sudah menguat.
Seperti yang kaukatakan. Mau jalan lewat manapun, pasti ada masalah. Mungkin masalah yang berbeda, tapi pasti ada masalah. Tantangan yang harus dilewati untuk menumbuhkembangkan jiwa kita. Gak ada gunanya bilang, “coba aku melakukan xx, pasti tidak akan yyy..”
Sudah saatnya (bagi saya) untuk kembali ke suasana itu lagi, saat saya merasa damai dengan diri saya, ketika jiwa dan hati begitu terhubung. Dan memfokuskan kembali diri ini untuk menapaki perjalanan pribadi saya sebagai seorang “pilgrim for life”.
Kali ini ada tantangan lebih. Kali ini, saya melakukannya di tengah kebisingan jakarta yang sibuk, di himpitan tenggat waktu pekerjaan serta isu-isu keluarga, teman serta masalah yang dihadapi negara tercinta ini.
Seperti yang dikatakan oleh guru yoga saya ketika mengakhir sesi latihan dengan savasana (corpse pose), “pada saat kita membuka mata dan mengakhiri latihan ini, cobalah untuk tetap menjaga savasana yang ada dalam diri kita.”
Saya menantikan saat saya merasakan apa yang diucapkan oleh guru saya yang lain: saat ketika kita tidak lagi mencari solusi bagi hidup kita, karena hidup ini sendiri adalah sebuah solusi.
Kita terus ngobrolin tentang tulis-menulis. Kita ngobrolin tentang blog kita masing-masing. “Tulisan loe waktu di Spanyol bagus-bagus. Kenapa? Apa karena suasana?”
Saya jadi tergelitik. Iya, kenapa ya? Jadi saya lihat kembali tulisan saya di blog itu. Saya jadi terbawa emosi. Mencuatkan kembali begitu banyak memori dan rasa.
Tulisan yang terindah adalah ketika kita menulis dengan hati. Dan kita tidak bisa menulis dengan hati kalau kita tidak merasakan kehadiran hati itu, ketika kita berjalan tanpanya pas di sisi kita. Karena itu tulisan saya dulu berbeda dengan yang sekarang.
Sekembali saya dari Spanyol, saya bilang ke seorang teman bahwa untuk merasakan ketenangan selama di Spanyol itu gampang. Tantangannya adalah untuk terus menjaga sensasi itu, suasana hati itu, di tengah kebisingan jakarta yang sibuk, dalam himpitan tenggat waktu pekerjaan, isu-isu keluarga dan teman, serta problema bangsa dan negara.
Saya pernah bilang baru-baru ini bahwa saya merasa kok tulisan saya sudah mulai kontemplatif lagi ya. Mungkin memang itu adalah tempat ‘pelarian’ saya. Tempat menenangkan diri saya. Pada saat jiwa sudah mulai terlalu lelah berjibaku dengan segala hal-hal gak penting dalam hidup. Ketika tanda-tanda untuk memfokuskan diri kembali sudah menguat.
Seperti yang kaukatakan. Mau jalan lewat manapun, pasti ada masalah. Mungkin masalah yang berbeda, tapi pasti ada masalah. Tantangan yang harus dilewati untuk menumbuhkembangkan jiwa kita. Gak ada gunanya bilang, “coba aku melakukan xx, pasti tidak akan yyy..”
Sudah saatnya (bagi saya) untuk kembali ke suasana itu lagi, saat saya merasa damai dengan diri saya, ketika jiwa dan hati begitu terhubung. Dan memfokuskan kembali diri ini untuk menapaki perjalanan pribadi saya sebagai seorang “pilgrim for life”.
Kali ini ada tantangan lebih. Kali ini, saya melakukannya di tengah kebisingan jakarta yang sibuk, di himpitan tenggat waktu pekerjaan serta isu-isu keluarga, teman serta masalah yang dihadapi negara tercinta ini.
Seperti yang dikatakan oleh guru yoga saya ketika mengakhir sesi latihan dengan savasana (corpse pose), “pada saat kita membuka mata dan mengakhiri latihan ini, cobalah untuk tetap menjaga savasana yang ada dalam diri kita.”
Saya menantikan saat saya merasakan apa yang diucapkan oleh guru saya yang lain: saat ketika kita tidak lagi mencari solusi bagi hidup kita, karena hidup ini sendiri adalah sebuah solusi.
Tentang tulis-menulis
[English]
Lucu rasanya melihat semangatmu ketika kita bercakap tentang tulis-menulis. Bukan lucu, lucu. Tapi lebih ke lucu, senang. Lucu yang menciptakan senyum di wajah dan hati saya.
Saya juga senang menulis. Saya mengekspresikan diri melalui tulisan. Ketika saya tidak punya insprirasi untuk menulis buat kerjaan, saya selalu menulis di blog dulu, agar ide kreatif itu kembali mengalir. Ketika saya merasa sedih atau marah, saya juga menulis.
Tapi gaya tulisan saya begitu berbeda darimu, atau dari siapa pun juga sebenarnya. Beberapa orang menulis tentang hal-hal serius seperti politik dan lain-lain. Beberapa orang menulis dengan gaya yang begitu sinis. Beberapa menulis dengan puitisnya. Dengan gaya lugu seorang anak kecil. Tulisan saya begitu lugas. Langsung.
Mungkin memang kita bisa belajar banyak tentang seseorang dari tulisannya. Bukan hanya dari apa yang ia tulis, tetapi juga dari gaya penulisannya.
Tulisan saya? Lugas. Tapi kadang penuh dengan simbol. Paradoks.
Lucu rasanya melihat semangatmu ketika kita bercakap tentang tulis-menulis. Bukan lucu, lucu. Tapi lebih ke lucu, senang. Lucu yang menciptakan senyum di wajah dan hati saya.
Saya juga senang menulis. Saya mengekspresikan diri melalui tulisan. Ketika saya tidak punya insprirasi untuk menulis buat kerjaan, saya selalu menulis di blog dulu, agar ide kreatif itu kembali mengalir. Ketika saya merasa sedih atau marah, saya juga menulis.
Tapi gaya tulisan saya begitu berbeda darimu, atau dari siapa pun juga sebenarnya. Beberapa orang menulis tentang hal-hal serius seperti politik dan lain-lain. Beberapa orang menulis dengan gaya yang begitu sinis. Beberapa menulis dengan puitisnya. Dengan gaya lugu seorang anak kecil. Tulisan saya begitu lugas. Langsung.
Mungkin memang kita bisa belajar banyak tentang seseorang dari tulisannya. Bukan hanya dari apa yang ia tulis, tetapi juga dari gaya penulisannya.
Tulisan saya? Lugas. Tapi kadang penuh dengan simbol. Paradoks.
Reuni. De-uni.
[English]
Aneh. Kadang reuni tidak mencerminkan arti kata yang sebenarnya: untuk kembali bersatu, bertautan, terhubung satu sama lainnya.
Beberapa reuni bahkan menciptakan suasana yang bertolak belakang. Panitia untuk reuni berselisih terus satu sama lain tentang hal-hal remeh ketika mempersiapkan reuni itu.
Hal ini bahkan terjadi pada kelompok-kelompok yang bersatu untuk sebuah tujuan mulia. (berbicara berdasar pengalaman yang agak pribadi).
Bahkan dengan niat yang baik serta bekal spiritual yang seharusnya sudah menggunung, mreka tetap saja beragumen, yang kemudian menelurkan rasa ketidaksukaan dan perasaan negatif lainnya.
Pada saat itu, re-uni menjadi de-uni. Sayang sekali. Gak perlu sebenarnya. Sedih.
Aneh. Kadang reuni tidak mencerminkan arti kata yang sebenarnya: untuk kembali bersatu, bertautan, terhubung satu sama lainnya.
Beberapa reuni bahkan menciptakan suasana yang bertolak belakang. Panitia untuk reuni berselisih terus satu sama lain tentang hal-hal remeh ketika mempersiapkan reuni itu.
Hal ini bahkan terjadi pada kelompok-kelompok yang bersatu untuk sebuah tujuan mulia. (berbicara berdasar pengalaman yang agak pribadi).
Bahkan dengan niat yang baik serta bekal spiritual yang seharusnya sudah menggunung, mreka tetap saja beragumen, yang kemudian menelurkan rasa ketidaksukaan dan perasaan negatif lainnya.
Pada saat itu, re-uni menjadi de-uni. Sayang sekali. Gak perlu sebenarnya. Sedih.
Kesan pertama. Kesan terakhir.
[English]
Kita ngobrol tentang kesan pertama. Kesan terakhir. Saya rasa ini adalah satu topik yang dekat sama kita (secara profesional) karena kita memang secara profesi bergerak dalam bidang komunikasi.
Orang sering berbicara tentang pentingnya kesan pertama. Bagi saya, kesan terakhir juga sama pentingnya.
Kesan terakhir itu lebih rumit. Karena merupakan agregat dari kesan-kesan yang dihimpun oleh orang lain dari pertama mereka berjumpa kita, hingga menit-menit terakhir menjelang perpisahan.
Mungkin juga ini kesan yang lebih dekat dengan kenyataan. Sekali lagi, karena ini adalah kesimpulan dari semua tindakan dan perkataan kita, yang semakin lama semakin lelah kita kendali karena ketidakmampuan kita untuk menyembunyikan kepribadian kita yang sebenarnya.
Kesan terakhir ini adalah kesan yang akan disimpan oleh orang-orang dan mungkin juga yang akan diceritakan oleh orang itu ke orang-orang lainnya. Kita semua tahu betapa bisa beracunnya gosip yang beredar.
Kualitas seorang aktor sering dinilai semata melalui film terakhirnya. Seorang penulis sering dinilai semata melalui buku terakhirnya.
.berusaha untuk tetap implisit.
Kita ngobrol tentang kesan pertama. Kesan terakhir. Saya rasa ini adalah satu topik yang dekat sama kita (secara profesional) karena kita memang secara profesi bergerak dalam bidang komunikasi.
Orang sering berbicara tentang pentingnya kesan pertama. Bagi saya, kesan terakhir juga sama pentingnya.
Kesan terakhir itu lebih rumit. Karena merupakan agregat dari kesan-kesan yang dihimpun oleh orang lain dari pertama mereka berjumpa kita, hingga menit-menit terakhir menjelang perpisahan.
Mungkin juga ini kesan yang lebih dekat dengan kenyataan. Sekali lagi, karena ini adalah kesimpulan dari semua tindakan dan perkataan kita, yang semakin lama semakin lelah kita kendali karena ketidakmampuan kita untuk menyembunyikan kepribadian kita yang sebenarnya.
Kesan terakhir ini adalah kesan yang akan disimpan oleh orang-orang dan mungkin juga yang akan diceritakan oleh orang itu ke orang-orang lainnya. Kita semua tahu betapa bisa beracunnya gosip yang beredar.
Kualitas seorang aktor sering dinilai semata melalui film terakhirnya. Seorang penulis sering dinilai semata melalui buku terakhirnya.
.berusaha untuk tetap implisit.
Sarapan yang mengenyangkan
[English]
Sabtu lalu, saya sarapan bareng dengan seorang teman. Dua setengah jam. Gak terasa terlewati. Tapi banyak sekali catatan-catatan yang saya buat dari obrolan itu.
Teman saya itu, seorang sahabat. Seorang kakak. Tapi peran yang paling ia banggakan dalam hidupnya, saya yakin 100%, gak ada hubungannya dengan saya. Peran menjadi ibu bagi seorang putra. Seorang anak yang sangat beruntung.
Ketika dia menulis di blognya, akan tampak apa maksud kata-kata Judy Ford dalam buku “Wonderful ways to love a child”: “Ketika Anda tertawa bersama anak Anda, Anda serasa diberikan kesempatan untuk mengintip, mencicipi rasanya surga.”
Dan, sekali lagi mengutip dari buku indah itu, saya tau ia akan tersenyum dengan senyum khasnya, kalau saya mengatakan bahwa “menjadi orang tua itu seperti sebuah jalan dua arah: ketika Anda meraih tangannya, ia akan menggapai Anda dengan hatinya.”
Tulisan ini, serta empat tulisan berikutnya ditulis berdasar obrolan kita. Kami. Selamat ulang tahun.
Sabtu lalu, saya sarapan bareng dengan seorang teman. Dua setengah jam. Gak terasa terlewati. Tapi banyak sekali catatan-catatan yang saya buat dari obrolan itu.
Teman saya itu, seorang sahabat. Seorang kakak. Tapi peran yang paling ia banggakan dalam hidupnya, saya yakin 100%, gak ada hubungannya dengan saya. Peran menjadi ibu bagi seorang putra. Seorang anak yang sangat beruntung.
Ketika dia menulis di blognya, akan tampak apa maksud kata-kata Judy Ford dalam buku “Wonderful ways to love a child”: “Ketika Anda tertawa bersama anak Anda, Anda serasa diberikan kesempatan untuk mengintip, mencicipi rasanya surga.”
Dan, sekali lagi mengutip dari buku indah itu, saya tau ia akan tersenyum dengan senyum khasnya, kalau saya mengatakan bahwa “menjadi orang tua itu seperti sebuah jalan dua arah: ketika Anda meraih tangannya, ia akan menggapai Anda dengan hatinya.”
Tulisan ini, serta empat tulisan berikutnya ditulis berdasar obrolan kita. Kami. Selamat ulang tahun.
Wednesday, August 22, 2007
Pelayanan Operasi Katarak
Cut and paste dari YM yang saya terima dari seorang teman. Semoga bermanfaat.
RS Fakultas Kedokteran UKI Cawang bekerja sama dengan CBM(Christoffel Blinde Mission), NGO dari Jerman, mengadakan pelayanan Operasi Katarak untuk orang yang kurang mampu. Bagi yang memerlukan pelayanan tersebut, keterangan lebih lanjut dapat menghubungi: dr. Herny P., SpM dan dr. Elisabeth di no telp. (021) 8092317 ext. 313 dan 80870762 (Poli Mata RSU FK UKI). Mohon pesan ini dapat disebarkan ke contact Anda, agar orang-orang yang kurang mampu dapat terbantu. Jika bukan Anda yang memerlukan, Anda tidak keberatan membagi informasi kan?
RS Fakultas Kedokteran UKI Cawang bekerja sama dengan CBM(Christoffel Blinde Mission), NGO dari Jerman, mengadakan pelayanan Operasi Katarak untuk orang yang kurang mampu. Bagi yang memerlukan pelayanan tersebut, keterangan lebih lanjut dapat menghubungi: dr. Herny P., SpM dan dr. Elisabeth di no telp. (021) 8092317 ext. 313 dan 80870762 (Poli Mata RSU FK UKI). Mohon pesan ini dapat disebarkan ke contact Anda, agar orang-orang yang kurang mampu dapat terbantu. Jika bukan Anda yang memerlukan, Anda tidak keberatan membagi informasi kan?
Friday, August 17, 2007
Kontemplatif
[English]
Saya baru menyadari bahwa tulisan saya yang baru-baru sudah kembali menjadi sangat kontemplatif dan idealis.
Kenapa ya. Hm, saya kayaknya bisa kira-kira penyebabnya, tapi saya belum siap untuk membagi atau menceritakannya.
Saya baru menyadari bahwa tulisan saya yang baru-baru sudah kembali menjadi sangat kontemplatif dan idealis.
Kenapa ya. Hm, saya kayaknya bisa kira-kira penyebabnya, tapi saya belum siap untuk membagi atau menceritakannya.
Selamat Hari Kemerdekaan
[English]
Hari ini Indonesia merayakan Hari Kemerdekaanya yang ke-62. Saya mencoba mencari foto yang cocok untuk tulisan ini.
Pilihan saya jatuh kepada foto di bawah, menampilkan pemain bulutangkis double Indonesia, Hendra Gunawan dan Joko Riyadi, di Kejuaraan Dunia yang masih berlangsung di Malaysia.
Diambil dari artikel Kompas Cyber Media bertajuk “Pebulutangkis Indonesia Terus Melaju.” Lihat keseriusan, semangat pantang menyerah dan determinasi yang jelas tercermin dalam raut muka mereka.
Lebih dari itu, karena inilah yang saya rasakan atau saya harapkan dari bangsa dan negara kita tercinta ini: Bahwa kita terus melaju.
Saya capek mendengar orang complain, mengeluh tentang kondisi negara ini, menyalahkan pemerintah dan semua orang lain kecuali dirinya sendiri. Sudah waktunya kita mengubah paradigma itu dan menjadi lebih optimistis, konstruktif dan aktif.
Seperti kaos yang saya lihat di mall tadi siang: “You have to be the change that you want to see.” Bener banget.
Mulailah melakukan sesuatu. Apapun itu.
Hari ini Indonesia merayakan Hari Kemerdekaanya yang ke-62. Saya mencoba mencari foto yang cocok untuk tulisan ini.
Pilihan saya jatuh kepada foto di bawah, menampilkan pemain bulutangkis double Indonesia, Hendra Gunawan dan Joko Riyadi, di Kejuaraan Dunia yang masih berlangsung di Malaysia.
Diambil dari artikel Kompas Cyber Media bertajuk “Pebulutangkis Indonesia Terus Melaju.” Lihat keseriusan, semangat pantang menyerah dan determinasi yang jelas tercermin dalam raut muka mereka.
Lebih dari itu, karena inilah yang saya rasakan atau saya harapkan dari bangsa dan negara kita tercinta ini: Bahwa kita terus melaju.
Saya capek mendengar orang complain, mengeluh tentang kondisi negara ini, menyalahkan pemerintah dan semua orang lain kecuali dirinya sendiri. Sudah waktunya kita mengubah paradigma itu dan menjadi lebih optimistis, konstruktif dan aktif.
Seperti kaos yang saya lihat di mall tadi siang: “You have to be the change that you want to see.” Bener banget.
Mulailah melakukan sesuatu. Apapun itu.
Tuesday, August 14, 2007
Kita sudah begitu banyak menerima
[English]
Masih dari obrolan dengan Pak Brotoseno.
Kami membicarakan tentang kontemplasi. Kami membicarakan tentang rasa syukur. Berkontemplasi tentang sebegitu banyak yang telah kita terima dari siapa pun, dan dari apa pun di alam ini.
Lihat hal yang tampak jelas. Orang-orang yang secara eksplisit dan langsung telah memberi kepada kita. Orangtua kita. Guru kita. Teman kita. Sponsor kita.
Lihat hal-hal yang tidak terlalu eksplisit. Sepiring nasi yang tengah kita makan. Petani yang bekerja keras menumbuhkannya. Orang-orang yang membantu menuai. Orang yang menyediakan pupuk. Orang yang membeli beras dari petani. Orang yang memindahkan beras sampai ke toko. Orang yang menjual beras. Orang yang membeli beras. Orang yang menanaknya untuk kita. Orang yang menyediakan nasi ini di depan kita.
Itu baru nasi. Lihat makanan lain yang kita makan, lihat perangkatnya, piring, sendok garpu, tempat duduk, meja, lampu, dan atap yang menaungi kita. Berkontemplasi atas proses yang sama. Dan orang-orang yang menemani kita menikmati makanan ini.
Lihat lebih jauh dari sekedar manusia. Udara yang kita hirup. Segarnya air untuk mengatasi dahaga. Burung-burung di sekitar. Bunga-bunga. Semua merupakan kenikmatan sendiri buat indra kita.
Lihat betapa banyaknya yang telah kita terima.
Jadi ketika kita melakukan sesuatu buat orang lain, kita tidak melihatnya seperti mereka berhutang kepada kita. Kita tidak melihat kita telah berjasa bagi mereka.K
Karena mereka sudah melakukan dan memberikan banyak kepada kita.Jauh lebih banyak. Lihat tindakan kita sebagai ungkapan rasa terima kasih, sebagai balas jasa kepada mereka, orang-orang di sekitar kita, kepada masyarakat dan kepada alam.
Tentu ada orang-orang atau peristiwa yang menimbulkan rasa sakit atau amarah dalam diri. Tapi kalau kita mulai melihat betapa banyaknya orang yang telah berjasa pada kita, betapa kita telah menerima begitu banyak, kita mulai memahami, bahwa jumlah orang yang telah memberi jauh lebih banyak ketimbang orang-orang yang menimbulkan rasa sakit dan amarah. Jumlah itu menjadi insignifikan.
Bersyukur. Mulai lakukan sesuatu. Apapun itu.
Masih dari obrolan dengan Pak Brotoseno.
Kami membicarakan tentang kontemplasi. Kami membicarakan tentang rasa syukur. Berkontemplasi tentang sebegitu banyak yang telah kita terima dari siapa pun, dan dari apa pun di alam ini.
Lihat hal yang tampak jelas. Orang-orang yang secara eksplisit dan langsung telah memberi kepada kita. Orangtua kita. Guru kita. Teman kita. Sponsor kita.
Lihat hal-hal yang tidak terlalu eksplisit. Sepiring nasi yang tengah kita makan. Petani yang bekerja keras menumbuhkannya. Orang-orang yang membantu menuai. Orang yang menyediakan pupuk. Orang yang membeli beras dari petani. Orang yang memindahkan beras sampai ke toko. Orang yang menjual beras. Orang yang membeli beras. Orang yang menanaknya untuk kita. Orang yang menyediakan nasi ini di depan kita.
Itu baru nasi. Lihat makanan lain yang kita makan, lihat perangkatnya, piring, sendok garpu, tempat duduk, meja, lampu, dan atap yang menaungi kita. Berkontemplasi atas proses yang sama. Dan orang-orang yang menemani kita menikmati makanan ini.
Lihat lebih jauh dari sekedar manusia. Udara yang kita hirup. Segarnya air untuk mengatasi dahaga. Burung-burung di sekitar. Bunga-bunga. Semua merupakan kenikmatan sendiri buat indra kita.
Lihat betapa banyaknya yang telah kita terima.
Jadi ketika kita melakukan sesuatu buat orang lain, kita tidak melihatnya seperti mereka berhutang kepada kita. Kita tidak melihat kita telah berjasa bagi mereka.K
Karena mereka sudah melakukan dan memberikan banyak kepada kita.Jauh lebih banyak. Lihat tindakan kita sebagai ungkapan rasa terima kasih, sebagai balas jasa kepada mereka, orang-orang di sekitar kita, kepada masyarakat dan kepada alam.
Tentu ada orang-orang atau peristiwa yang menimbulkan rasa sakit atau amarah dalam diri. Tapi kalau kita mulai melihat betapa banyaknya orang yang telah berjasa pada kita, betapa kita telah menerima begitu banyak, kita mulai memahami, bahwa jumlah orang yang telah memberi jauh lebih banyak ketimbang orang-orang yang menimbulkan rasa sakit dan amarah. Jumlah itu menjadi insignifikan.
Bersyukur. Mulai lakukan sesuatu. Apapun itu.
Monday, August 13, 2007
Persona: Pak Broto dan Pak Pujo
[English]
Akhir pekan lalu saya ke Solo, pulang kampung bersama ibu dan kakak-kakak saya. Salah satu tujuan kakak saya adalah hunting barang antik untuk rumahnya. Dia mendapat referensi satu orang ini, namanya Pak Brotoseno.
Sesampai di rumah beliau, ternyata beliau sudah tidak bergerak di bidang barang antik, tapi lebih ke produksi barang-barang dari kayu. Dari gayanya sudah tampak, beliau mencintai pekerjaannya. Dan hanya mengerjakan hal yang ingin ia kerjakan. Indahnya.
Saya berjalan ke lantai atas rumahnya. Saya bertanya ini ruang apa. Ternyata beliau mengajar meditasi tiap malam. Wah!
Tanpa berpikir lama saya katakan bahwa saya akan kembali malam itu. Dan saya datang. Kami (saya, kakak saya, pak broto dan bapaknya, pak pujo) berbincang. Topik malam ini adalh dasar-dasar meditasi.Pak Pujo yang memimpin.
Kami diajarkan dan mempraktekkan beberapa teknik meditasi. Katanya seorang meditator harus bisa melewati lima hal: keserakahan, kemarahan, kemalasan, keragu-raguan dan ketakutan.
Yang menarik adalah keserakahan. Karena serakah yang fisik sudah kita kenal. Tetapi banyak serakah yang lebih halus yang suka terlewat dari radar kita. Ketika kita bahagia, kita tidak mau hal itu berakhir. Itu sudah keserakahan.
Ketika kita merasa tenang, kita tidak ingin ketenangan itu berakhir. Itu merupakan keserakahan tersendiri. Weleh.
Satu paradoks yang ia utarakan adalah: untuk merasakan ketenangan yang sebenarnya, kita harus menghilangkan keinginan untuk tenang. Satu hal yang patut saya renungi sebelum saya bisa mulai memahaminya.
Baik Pak Broto maupun Pak Pujo tidak menarik biaya atas sesi yang mereka adakan tiap malam. Bahkan mereka menyediakan makan dan minum sekedarnya. Katanya "Saya dulu gak bayar untuk dapat pembelajaran ini semua. Jadi saya anggap apa yang saya lakukan adalah pemberian saya kembali." Sederhana dan sama sekali tidak ada jumawanya.
Jam sembilan, beliau menengok ke saya bilang, "saya rasa cukup sekian?". Dan sesi pun berakhir. Ketika saya pamit pulang, Pak Pujo lagi 'ngejongrok' di depan TV, menunggui program TV yang ingin ia tonton. Kepolosan yang luar biasa.
Sederhana dalam bersikap dan bertutur, tetapi kebijakan dan ketulusan tetap terpancar dari dirinya. Saya datang ke tempatnya untuk mencari barang antik, yang saya dapatkan adalah seorang guru baru. Terima kasih.
ps: Dia mengingatkan aku ke dirimu, pa. Sampai ke gerak tubuhnya. Tapi yang pasti keterus-terangannya, kesederhanaannya, kerendahan hatinya, dan kebijakannya.
Akhir pekan lalu saya ke Solo, pulang kampung bersama ibu dan kakak-kakak saya. Salah satu tujuan kakak saya adalah hunting barang antik untuk rumahnya. Dia mendapat referensi satu orang ini, namanya Pak Brotoseno.
Sesampai di rumah beliau, ternyata beliau sudah tidak bergerak di bidang barang antik, tapi lebih ke produksi barang-barang dari kayu. Dari gayanya sudah tampak, beliau mencintai pekerjaannya. Dan hanya mengerjakan hal yang ingin ia kerjakan. Indahnya.
Saya berjalan ke lantai atas rumahnya. Saya bertanya ini ruang apa. Ternyata beliau mengajar meditasi tiap malam. Wah!
Tanpa berpikir lama saya katakan bahwa saya akan kembali malam itu. Dan saya datang. Kami (saya, kakak saya, pak broto dan bapaknya, pak pujo) berbincang. Topik malam ini adalh dasar-dasar meditasi.Pak Pujo yang memimpin.
Kami diajarkan dan mempraktekkan beberapa teknik meditasi. Katanya seorang meditator harus bisa melewati lima hal: keserakahan, kemarahan, kemalasan, keragu-raguan dan ketakutan.
Yang menarik adalah keserakahan. Karena serakah yang fisik sudah kita kenal. Tetapi banyak serakah yang lebih halus yang suka terlewat dari radar kita. Ketika kita bahagia, kita tidak mau hal itu berakhir. Itu sudah keserakahan.
Ketika kita merasa tenang, kita tidak ingin ketenangan itu berakhir. Itu merupakan keserakahan tersendiri. Weleh.
Satu paradoks yang ia utarakan adalah: untuk merasakan ketenangan yang sebenarnya, kita harus menghilangkan keinginan untuk tenang. Satu hal yang patut saya renungi sebelum saya bisa mulai memahaminya.
Baik Pak Broto maupun Pak Pujo tidak menarik biaya atas sesi yang mereka adakan tiap malam. Bahkan mereka menyediakan makan dan minum sekedarnya. Katanya "Saya dulu gak bayar untuk dapat pembelajaran ini semua. Jadi saya anggap apa yang saya lakukan adalah pemberian saya kembali." Sederhana dan sama sekali tidak ada jumawanya.
Jam sembilan, beliau menengok ke saya bilang, "saya rasa cukup sekian?". Dan sesi pun berakhir. Ketika saya pamit pulang, Pak Pujo lagi 'ngejongrok' di depan TV, menunggui program TV yang ingin ia tonton. Kepolosan yang luar biasa.
Sederhana dalam bersikap dan bertutur, tetapi kebijakan dan ketulusan tetap terpancar dari dirinya. Saya datang ke tempatnya untuk mencari barang antik, yang saya dapatkan adalah seorang guru baru. Terima kasih.
ps: Dia mengingatkan aku ke dirimu, pa. Sampai ke gerak tubuhnya. Tapi yang pasti keterus-terangannya, kesederhanaannya, kerendahan hatinya, dan kebijakannya.
Wednesday, August 08, 2007
Standar ganda
[English]
Malam ini saya ngobrol lama dengan seorang teman. Obrolan yang menyenangkan. (Well, sebenarnya dengan dia, setiap obrolan selalu menyenangkan). Kita ngobrol banyak hal. Ada satu subjek yang terus mengusik di benak. Moga-moga dia gak keberatan.
Tahu donk rasanya kalau kita terlalu deket pada suatu subjek atau seseorang, maka pandangan kita sudah tidak objektif lagi, persepsi menjadi agak terpengaruhi. Kita mulai memiliki standar ganda. Saya akan menggunakan contoh yang cukup umum.
Kita gak suka kalau mendengar satu orangtua berteriak ke anaknya atau melihat seseorang berlaku kasar pada orang lain. Tapi sayangnya kita pun kadang meninggikan suara ke anak dan memperlakukan orang lain dengan kurang hormat.
Kita tahu sebagai orangtua kita harus membantu anak supaya mandiri. Tapi kadang kita tergoda untuk terlalu melindungi mereka.
Kita bilang kita menghargai perbedaan yang ada di diri orang lain, misalnya dalam hal agama atau kecenderungan seksual. Tapi bagaimana kalau salah seorang keluarga terdekat kita ingin ‘berbeda’? Apakah kita juga bisa menghargainya?
Kita bilang ke orang lain: santai donk, nikmati hidup, jangan kerja terlalu keras. Tapi kita sendiri?
Mungkin itu saat-saat kita butuh orang lain untuk mengembalikan kita ke jalan yang lurus. Ketika kita harus benar-benar mendengarkan nurani. Terima kasih, teman.
Malam ini saya ngobrol lama dengan seorang teman. Obrolan yang menyenangkan. (Well, sebenarnya dengan dia, setiap obrolan selalu menyenangkan). Kita ngobrol banyak hal. Ada satu subjek yang terus mengusik di benak. Moga-moga dia gak keberatan.
Tahu donk rasanya kalau kita terlalu deket pada suatu subjek atau seseorang, maka pandangan kita sudah tidak objektif lagi, persepsi menjadi agak terpengaruhi. Kita mulai memiliki standar ganda. Saya akan menggunakan contoh yang cukup umum.
Kita gak suka kalau mendengar satu orangtua berteriak ke anaknya atau melihat seseorang berlaku kasar pada orang lain. Tapi sayangnya kita pun kadang meninggikan suara ke anak dan memperlakukan orang lain dengan kurang hormat.
Kita tahu sebagai orangtua kita harus membantu anak supaya mandiri. Tapi kadang kita tergoda untuk terlalu melindungi mereka.
Kita bilang kita menghargai perbedaan yang ada di diri orang lain, misalnya dalam hal agama atau kecenderungan seksual. Tapi bagaimana kalau salah seorang keluarga terdekat kita ingin ‘berbeda’? Apakah kita juga bisa menghargainya?
Kita bilang ke orang lain: santai donk, nikmati hidup, jangan kerja terlalu keras. Tapi kita sendiri?
Mungkin itu saat-saat kita butuh orang lain untuk mengembalikan kita ke jalan yang lurus. Ketika kita harus benar-benar mendengarkan nurani. Terima kasih, teman.
Tuesday, August 07, 2007
Guru-guru kehidupan
[English]
Salah satu karunia terbesar yang saya rasakan dalam hidup ini (selain keluarga saya) adalah hal-hal yang bisa saya pelajari hanya dengan ‘menonton’ orang lain.
Orang-orang yang memperjuangkan hidupnya hanya dengan kedua tangannya. Mereka tidak berasal dari keluarga berada, tapi lihat betapa mapannya mereka sekarang secara finansial. The survivors.
Orang-orang yang begitu puas akan hidupnya, yang begitu bersyukur. Orang-orang yang penuh dengan kasih dan damai. Orang-orang yang memiliki hati yang begitu sederhana dan semangat tiada henti untuk menolong orang lain.
Orang-orang yang tidak peduli dan begitu rakus. Orang-orang yang selalu mengeluh tentang segala hal. Orang-orang yang terus berlari seperti seekor anjing yang berlari berputar mengejar ekornya sendiri.
Orang-orang yang telah melalui saat-saat berat dalam hidupnya dan berhasil. Yang telah mengalami neraka hidup dan tetap bertahan. Orang-orang yang mengalami berbagai cobaan namun kini hanya bisa sekedar bertahan untuk hidup. Dan mereka yang tidak bisa bertahan sama sekali – disadari atau tidak.
Sebuah karunia yang besar karena saya hanya perlu menonton dan tidak perlu melalui apa yang mereka lalui. Karena kalau saya juga harus merasakannya, saya tidak yakin saya bisa sekuat mereka.
Guru-guru besar dalam hidup saya. Saya hanya tinggal menonton. Dan menarik pelajaran darinya.
Salah satu karunia terbesar yang saya rasakan dalam hidup ini (selain keluarga saya) adalah hal-hal yang bisa saya pelajari hanya dengan ‘menonton’ orang lain.
Orang-orang yang memperjuangkan hidupnya hanya dengan kedua tangannya. Mereka tidak berasal dari keluarga berada, tapi lihat betapa mapannya mereka sekarang secara finansial. The survivors.
Orang-orang yang begitu puas akan hidupnya, yang begitu bersyukur. Orang-orang yang penuh dengan kasih dan damai. Orang-orang yang memiliki hati yang begitu sederhana dan semangat tiada henti untuk menolong orang lain.
Orang-orang yang tidak peduli dan begitu rakus. Orang-orang yang selalu mengeluh tentang segala hal. Orang-orang yang terus berlari seperti seekor anjing yang berlari berputar mengejar ekornya sendiri.
Orang-orang yang telah melalui saat-saat berat dalam hidupnya dan berhasil. Yang telah mengalami neraka hidup dan tetap bertahan. Orang-orang yang mengalami berbagai cobaan namun kini hanya bisa sekedar bertahan untuk hidup. Dan mereka yang tidak bisa bertahan sama sekali – disadari atau tidak.
Sebuah karunia yang besar karena saya hanya perlu menonton dan tidak perlu melalui apa yang mereka lalui. Karena kalau saya juga harus merasakannya, saya tidak yakin saya bisa sekuat mereka.
Guru-guru besar dalam hidup saya. Saya hanya tinggal menonton. Dan menarik pelajaran darinya.
Thursday, August 02, 2007
Iyengar yoga retreat
[English]
Semua yang menarik dalam hidup ini dimulai dengan “kebetulan”. Tadinya saya tidak berniat ikut yoga retreat bersama Ann Barros di Ubud, Bali.
Tapi ‘kebetulan’, teman saya terus mengajak, ‘kebetulan’ saya ikut yoga retreat lain yang membuat saya mulai berubah pikiran, dan ‘kebetulan’ workload kerja saya juga semakin membuat saya berpikir “enak kali ye break sebentar..”
Dan tidak ada yang disesali sama sekali. Baru kali ini saya berkenalan dengan Iyengar yoga, yang menekankan keakuratan serta kesejajaran pada setiap postur.
Dan Ann yang sudah sekitar 30 tahun mengajar benar-benar sangat tahu apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan murid-muridnya. “Hargai keterbatasan kita”, “Berusahalah sesuai dengan keterbatasan itu.”
Tidak ada TV, tidak ada telepon (walau ada satu deadline artikel yang harus saya tulis, tidak apa). Yang ada hanya alam dan teman-teman yang menyenangkan.
Namun hiburan terindah selalu datang dari keheningan alam. Pada saat kita diam memandang pemandangan sekitar bebas dari polusi—udara maupun kebisingan. Ubud memang magis, entah kenapa.
Di akhir setiap kelas, kita selalu saling berucap salam “Namaste”, yang berarti “saya menghormati Keagungan dalam dirimu, yang penuh dengan Cinta, Cahaya dan Kebenaran hakiki. Saya menghargai relung di hatimu dan di hatiku yang membuat kita menjadi Satu.”
Mungkin memang ini jalan saya. Saya merasa nyaman bersama yoga, sebagai ajang latih diri untuk mencapai hening dan semedhi, atau sekedar membugarkan dan melenturkan tubuh. Disadari atau tidak. Diniatkan atau tidak.
Catatan: foto menyusul. Moga-moga.
Semua yang menarik dalam hidup ini dimulai dengan “kebetulan”. Tadinya saya tidak berniat ikut yoga retreat bersama Ann Barros di Ubud, Bali.
Tapi ‘kebetulan’, teman saya terus mengajak, ‘kebetulan’ saya ikut yoga retreat lain yang membuat saya mulai berubah pikiran, dan ‘kebetulan’ workload kerja saya juga semakin membuat saya berpikir “enak kali ye break sebentar..”
Dan tidak ada yang disesali sama sekali. Baru kali ini saya berkenalan dengan Iyengar yoga, yang menekankan keakuratan serta kesejajaran pada setiap postur.
Dan Ann yang sudah sekitar 30 tahun mengajar benar-benar sangat tahu apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan murid-muridnya. “Hargai keterbatasan kita”, “Berusahalah sesuai dengan keterbatasan itu.”
Tidak ada TV, tidak ada telepon (walau ada satu deadline artikel yang harus saya tulis, tidak apa). Yang ada hanya alam dan teman-teman yang menyenangkan.
Namun hiburan terindah selalu datang dari keheningan alam. Pada saat kita diam memandang pemandangan sekitar bebas dari polusi—udara maupun kebisingan. Ubud memang magis, entah kenapa.
Di akhir setiap kelas, kita selalu saling berucap salam “Namaste”, yang berarti “saya menghormati Keagungan dalam dirimu, yang penuh dengan Cinta, Cahaya dan Kebenaran hakiki. Saya menghargai relung di hatimu dan di hatiku yang membuat kita menjadi Satu.”
Mungkin memang ini jalan saya. Saya merasa nyaman bersama yoga, sebagai ajang latih diri untuk mencapai hening dan semedhi, atau sekedar membugarkan dan melenturkan tubuh. Disadari atau tidak. Diniatkan atau tidak.
Catatan: foto menyusul. Moga-moga.
Tuesday, July 31, 2007
Rumah
[English]
Hari ini terasa begitu melelahkan. Saya pikir saya bakal mau sakit. Rasanya ingin pulang dan ketemu sama keluarga. Kemudian, saya berjalan pulang. Perjalanan terasa berjalan lambat. Namun, tubuh berangsur membaik, sedikit demi sedikit.
Akhirnya, saya tiba di rumah. Dan entah bagaimana, terasa lega. Seperti beban berat telah diangkat dari pundak saya. Saya ngobrol dengan keluarga. Tertawa. Makan malam.
Senangnya berada di rumah. Senangnya punya tempat yang bisa kita sebut “rumah”. Terima kasih.
Hari ini terasa begitu melelahkan. Saya pikir saya bakal mau sakit. Rasanya ingin pulang dan ketemu sama keluarga. Kemudian, saya berjalan pulang. Perjalanan terasa berjalan lambat. Namun, tubuh berangsur membaik, sedikit demi sedikit.
Akhirnya, saya tiba di rumah. Dan entah bagaimana, terasa lega. Seperti beban berat telah diangkat dari pundak saya. Saya ngobrol dengan keluarga. Tertawa. Makan malam.
Senangnya berada di rumah. Senangnya punya tempat yang bisa kita sebut “rumah”. Terima kasih.
Thursday, July 19, 2007
Worth it gak sih
[English]
Seorang temannya teman lembur setiap hari. Tiap hari dia terus berada di kantor hingga larut. Suatu malam dia meng-sms manajernya, "saya lelah sekali." Dia meng-sms manajernya dua kali. Akhirnya, dia pulang.
Setelah itu, teman-temannya mendengar, sang teman telah meninggal dunia. Kalau sudah seperti ini, jadi bertanya-tanya dalam diri, worth it gak sih semua ini?
Seorang temannya teman lembur setiap hari. Tiap hari dia terus berada di kantor hingga larut. Suatu malam dia meng-sms manajernya, "saya lelah sekali." Dia meng-sms manajernya dua kali. Akhirnya, dia pulang.
Setelah itu, teman-temannya mendengar, sang teman telah meninggal dunia. Kalau sudah seperti ini, jadi bertanya-tanya dalam diri, worth it gak sih semua ini?
Saturday, July 14, 2007
Dibantu gak?
[English]
Teman saya ada yang diberikan kelebihan dari segi materi. Satu kelebihan yang menimbulkan dilema. Satu kelebihan yang sering disalahgunakan oleh orang lain.
Orang lantas menganggap dia gudang uang dengan persediaan tak terbatas. Ada saja ‘teman’, keluarga, sanak famili yang datang ke dia untuk pinjam atau meminta uang. Dengan alasan beragam tentunya. Sakit. Anak sekolah. Bayar sewa rumah. Pelunasan hutang yang lain (dengan bunga). Buka usaha.
Kalau sudah begitu, teman saya bingung, bantu gak ya? Bukannya pelit, dia hanya bimbang. Gimana tahu kalau orang yang datang itu jujur dan tidak neko-neko? Kok alasan pinjam uangnya seperti itu? Denger-denger dia agak 'gak bener'. Apalagi kalau orang itu meminta bukan untuk pertama kalinya.
Saya mengerti kebimbangannya. Saya ikut bingung. Dibantu gak ya?
Teman saya ada yang diberikan kelebihan dari segi materi. Satu kelebihan yang menimbulkan dilema. Satu kelebihan yang sering disalahgunakan oleh orang lain.
Orang lantas menganggap dia gudang uang dengan persediaan tak terbatas. Ada saja ‘teman’, keluarga, sanak famili yang datang ke dia untuk pinjam atau meminta uang. Dengan alasan beragam tentunya. Sakit. Anak sekolah. Bayar sewa rumah. Pelunasan hutang yang lain (dengan bunga). Buka usaha.
Kalau sudah begitu, teman saya bingung, bantu gak ya? Bukannya pelit, dia hanya bimbang. Gimana tahu kalau orang yang datang itu jujur dan tidak neko-neko? Kok alasan pinjam uangnya seperti itu? Denger-denger dia agak 'gak bener'. Apalagi kalau orang itu meminta bukan untuk pertama kalinya.
Saya mengerti kebimbangannya. Saya ikut bingung. Dibantu gak ya?
Tetaplah bermimpi, teman-teman
[English]
Senang rasanya mendengar teman dengan mimpi-mimpinya. Ikut semangat rasanya. Saya yakin sekali semua itu bermulai dari mimpi. Tapi ndak boleh berhenti di situ. Mimpi harus menjadi objektif, dengan target. Terus ada langkah-langkah menuju ke sana.
Karena itu setiap ada orang menceritakan mimpinya kepada saya, saya cenderung mengatakan “bagus tuh. Wujudkan donk.” Kadang saya berpikir saya lebih percaya pada kemampuan teman-teman saya ketimbang mereka terhadap diri mereka sendiri.
Kehidupan sering membuat kita takut berangan. Membuat kita memilih mengambil langkah “pragmatis” dengan segala alasan ‘logis’. Akhirnya, kita cenderung status quo, walau disertai dengan letupan keluhan di sana-sini. Percuma.
Lantas otak saya berputar bagaimana membantu mimpinya jadi kenyataan. Entah itu sumbang ide, atau saya mencari orang yang kira-kira bisa membantu dia mewujudkan mimpinya.
Ada teman yang ingin buat warung kopi. Hayuk. Buat spiritual healing center di luar kota. Hayuk. Buat center serupa di dalam kota. Hayuk juga. Buat gerakan untuk mengingatkan kita tentang nilai-nilai masyarakat yang terlupakan. Boleh juga.
Buat sekolah gratis. Dengan senang hati. Buat perusahaan yang membantu perusahaan lain untuk mempertajam kegiatan sosialnya. Tob. Jadi penulis. Kenapa tidak? Bahkan ada yang mau jadi gubernur. Boleh juga, negara butuh orang seperti dia.
Orang hanya terbatasi oleh angannya. Teruslah bermimpi.
.mulailah melakukan sesuatu. Apa pun itu.
Senang rasanya mendengar teman dengan mimpi-mimpinya. Ikut semangat rasanya. Saya yakin sekali semua itu bermulai dari mimpi. Tapi ndak boleh berhenti di situ. Mimpi harus menjadi objektif, dengan target. Terus ada langkah-langkah menuju ke sana.
Karena itu setiap ada orang menceritakan mimpinya kepada saya, saya cenderung mengatakan “bagus tuh. Wujudkan donk.” Kadang saya berpikir saya lebih percaya pada kemampuan teman-teman saya ketimbang mereka terhadap diri mereka sendiri.
Kehidupan sering membuat kita takut berangan. Membuat kita memilih mengambil langkah “pragmatis” dengan segala alasan ‘logis’. Akhirnya, kita cenderung status quo, walau disertai dengan letupan keluhan di sana-sini. Percuma.
Lantas otak saya berputar bagaimana membantu mimpinya jadi kenyataan. Entah itu sumbang ide, atau saya mencari orang yang kira-kira bisa membantu dia mewujudkan mimpinya.
Ada teman yang ingin buat warung kopi. Hayuk. Buat spiritual healing center di luar kota. Hayuk. Buat center serupa di dalam kota. Hayuk juga. Buat gerakan untuk mengingatkan kita tentang nilai-nilai masyarakat yang terlupakan. Boleh juga.
Buat sekolah gratis. Dengan senang hati. Buat perusahaan yang membantu perusahaan lain untuk mempertajam kegiatan sosialnya. Tob. Jadi penulis. Kenapa tidak? Bahkan ada yang mau jadi gubernur. Boleh juga, negara butuh orang seperti dia.
Orang hanya terbatasi oleh angannya. Teruslah bermimpi.
.mulailah melakukan sesuatu. Apa pun itu.
Rumah aman
[English]
Punya gak tempat dimana kita ngerasa bisa nangis dan curhat dengan bebasnya, tanpa takut orang melirik setengah mata dengan pandangan curiga dan penuh penilaian? Saya punya. Dulu saya punya. Gereja Katholik.
Kalau ditilik dari KTP, saya bukan seorang Katholik. Tapi saya merasa diterima di tempat itu. Saya dulu sering ke sana. Bahkan ada masa-masa saya datang setiap hari. Mungkin jika dilihat dari sejarah, gereja merupakan rumah aman buat banyak orang. Gereja merupakan rumah aman juga buat saya. Dulu.
Tapi sekarang, di sini, dimana agama ini bukan merupakan mayoritas, dimana kita merasa kita kenal sama semua orang, dimana kita tahu orang begitu sensitif terhadap ritual-ritual lintas agama, tiba-tiba rumah aman terasa tidak seaman itu lagi.
Kangen.
Punya gak tempat dimana kita ngerasa bisa nangis dan curhat dengan bebasnya, tanpa takut orang melirik setengah mata dengan pandangan curiga dan penuh penilaian? Saya punya. Dulu saya punya. Gereja Katholik.
Kalau ditilik dari KTP, saya bukan seorang Katholik. Tapi saya merasa diterima di tempat itu. Saya dulu sering ke sana. Bahkan ada masa-masa saya datang setiap hari. Mungkin jika dilihat dari sejarah, gereja merupakan rumah aman buat banyak orang. Gereja merupakan rumah aman juga buat saya. Dulu.
Tapi sekarang, di sini, dimana agama ini bukan merupakan mayoritas, dimana kita merasa kita kenal sama semua orang, dimana kita tahu orang begitu sensitif terhadap ritual-ritual lintas agama, tiba-tiba rumah aman terasa tidak seaman itu lagi.
Kangen.
Thursday, July 12, 2007
Taufik Savalas II
[English]
Masih meneruskan topik yang mirip. Dari sisi lain. Sesampai di rumah, saya menyalakan TV. Kata ibu saya, orang yang melayat banyaknya luar biasa. Alhamdulillah, subhanallah. Begitu besar perhatian orang terhadap kematian seorang Taufik Savalas.
Acara di channel itu selesai, saya tekan tombol remote control TV saya, berpindah ke Metro TV. Pas saat itu diberitakan adanya kapal laut tenggelam, bersama 120 orang penumpangnya. Baru 30 ditemukan, dua diantaranya meninggal dunia.
120 orang menghilang dan kemungkinan meninggal dalam kecelakaan ini. Saya bertanya-tanya berapa besar perhatian orang terhadap nasib 120 orang ini? Atau 30 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan di Indonesia.
Masih meneruskan topik yang mirip. Dari sisi lain. Sesampai di rumah, saya menyalakan TV. Kata ibu saya, orang yang melayat banyaknya luar biasa. Alhamdulillah, subhanallah. Begitu besar perhatian orang terhadap kematian seorang Taufik Savalas.
Acara di channel itu selesai, saya tekan tombol remote control TV saya, berpindah ke Metro TV. Pas saat itu diberitakan adanya kapal laut tenggelam, bersama 120 orang penumpangnya. Baru 30 ditemukan, dua diantaranya meninggal dunia.
120 orang menghilang dan kemungkinan meninggal dalam kecelakaan ini. Saya bertanya-tanya berapa besar perhatian orang terhadap nasib 120 orang ini? Atau 30 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan di Indonesia.
Taufik Savalas I
[English]
Pagi ini orang-orang dikejutkan oleh meninggalnya Taufik Savalas, selebriti jenaka yang terkenal baik dan rendah hati, akibat kecelakaan. Semua datang dari Tuhan dan semua akan kembali padanya.
Saya terharu sekali mendengar kesan-kesan yang dicetuskan oleh teman-teman Taufik yang diwawancara. Simpati dari masyarakat terhadap kematian beliau yang begitu mendadak ini tampak sekali dalam kehebohan berita yang ditayangkan di TV dan diperdengarkan di radio.
“Dia bukan orang besar, tapi dia orang baik,” kata Ulfa, salah satu sahabatnya. Sabar dan menyenangkan buat semua orang.
Menyenangkan buat semua orang. Itu juga topik obrolan yang saya dengar di radio sepulang saya dari kantor. Pesan hari ini, rupanya. Menyenangkan, nyaman buat semua orang.
Kematian seseorang selalu membuat kita berpikir tentang kematian kita sendiri. Kira-kira, kalau kita meninggal, kesan apa yang tertanam di benak teman atau keluarga kita?
Pagi ini orang-orang dikejutkan oleh meninggalnya Taufik Savalas, selebriti jenaka yang terkenal baik dan rendah hati, akibat kecelakaan. Semua datang dari Tuhan dan semua akan kembali padanya.
Saya terharu sekali mendengar kesan-kesan yang dicetuskan oleh teman-teman Taufik yang diwawancara. Simpati dari masyarakat terhadap kematian beliau yang begitu mendadak ini tampak sekali dalam kehebohan berita yang ditayangkan di TV dan diperdengarkan di radio.
“Dia bukan orang besar, tapi dia orang baik,” kata Ulfa, salah satu sahabatnya. Sabar dan menyenangkan buat semua orang.
Menyenangkan buat semua orang. Itu juga topik obrolan yang saya dengar di radio sepulang saya dari kantor. Pesan hari ini, rupanya. Menyenangkan, nyaman buat semua orang.
Kematian seseorang selalu membuat kita berpikir tentang kematian kita sendiri. Kira-kira, kalau kita meninggal, kesan apa yang tertanam di benak teman atau keluarga kita?
Wednesday, July 11, 2007
"Nanti kalau kaya, aku mau aktif di kegiatan sosial"
[English]
Saya sering sekali mendengar kata ini. Terlalu sering. Masalahnya, orang merasa gak kaya-kaya. Orang selalu merasa terlalu sibuk dengan segala prioritas lain sehingga tidak pernah terlibat dengan segala yang berhubungan dengan kegiatan sosial.
Balik ke masalah "kaya". Saya rasa semua orang tahu bahwa membantu tidak perlu berarti dengan uang, jadi tidak perlu menunggu kaya. Tadi siang, baru saja saya mendiskusikan ini dengan teman saya. Kemudian saya bercerita..
Ada teman saya, Prita. Dia suka membuat nasi bungkus untuk orang-orang tuna wisma. Dan dia membuat sendiri nasi bungkusnya. Selain hemat, itu juga "biar lebih terasa".
Suatu hari, tetangganya datang kepada Prita. Tetangganya itu orang yang hidupnya pas-pasan. Sang tetangga bilang, "Mbak, saya gak punya banyak uang, jadi saya tidak bisa menyumbang uang."
Dia kemudian menambahkan, dengan sangat tulus, "Tetapi boleh gak saya membantu memasakkan dan membagikan nasi bungkus itu?"
Tidak perlu uang memang. Tenaga juga bisa. Pemikiran juga bisa. Niat pun sudah disyukuri. Senyum pun amal.
.mulailah melakukan sesuatu. apa pun itu.
Saya sering sekali mendengar kata ini. Terlalu sering. Masalahnya, orang merasa gak kaya-kaya. Orang selalu merasa terlalu sibuk dengan segala prioritas lain sehingga tidak pernah terlibat dengan segala yang berhubungan dengan kegiatan sosial.
Balik ke masalah "kaya". Saya rasa semua orang tahu bahwa membantu tidak perlu berarti dengan uang, jadi tidak perlu menunggu kaya. Tadi siang, baru saja saya mendiskusikan ini dengan teman saya. Kemudian saya bercerita..
Ada teman saya, Prita. Dia suka membuat nasi bungkus untuk orang-orang tuna wisma. Dan dia membuat sendiri nasi bungkusnya. Selain hemat, itu juga "biar lebih terasa".
Suatu hari, tetangganya datang kepada Prita. Tetangganya itu orang yang hidupnya pas-pasan. Sang tetangga bilang, "Mbak, saya gak punya banyak uang, jadi saya tidak bisa menyumbang uang."
Dia kemudian menambahkan, dengan sangat tulus, "Tetapi boleh gak saya membantu memasakkan dan membagikan nasi bungkus itu?"
Tidak perlu uang memang. Tenaga juga bisa. Pemikiran juga bisa. Niat pun sudah disyukuri. Senyum pun amal.
.mulailah melakukan sesuatu. apa pun itu.
Kembali ke sekolah
[English]
Minggu depan anak-anak sudah kembali ke sekolah. Anak-anakmu atau ponakanmu pada mulai sekolah lagi gak?
Boleh saya bertanya, bagaimana dengan anak-anak supir, pembantu, office boy, satpammu? Mereka juga kembali ke sekolah? Sudah ditanyakan?
Gambar: Sekolah Istiqon-nya Ibu Sudan.
.mulailah melakukan sesuatu. apa pun itu.
Minggu depan anak-anak sudah kembali ke sekolah. Anak-anakmu atau ponakanmu pada mulai sekolah lagi gak?
Boleh saya bertanya, bagaimana dengan anak-anak supir, pembantu, office boy, satpammu? Mereka juga kembali ke sekolah? Sudah ditanyakan?
Gambar: Sekolah Istiqon-nya Ibu Sudan.
.mulailah melakukan sesuatu. apa pun itu.
Semarang
Sunday, July 08, 2007
Catatan: Quraish Shihab – Hal yang disukai-Nya
[English]
Kita suka beribadah dengan apa yang kita senangi, dan bukan yang disenangi Allah. Senang melakukan puasa sunnah, shalat tahajud, tetapi tetap dengki, kikir dan berbohong. Lebih senang menghias diri ketimbang membersihkan diri.
Padahal, dalam sebuah hadits kudtsi, disebutkan bahwa, apabila seseorang mendekati-Ku dengan apa yang Aku senangi, maka Aku akan senang padanya. Apabila Aku telah senang pada seseorang, maka penglihatan-Ku-lah yang digunakan untuk penglihatannya, pendengaran-Ku-lah yang digunakan untuk pendengarannya, tangan-Ku-lah yang digunakan untuk menggenggam olehnya, dan kaki-Ku-lah yang ia gunakan untuk berjalan.
Karena itu, penting untuk mengetahui hal-hal apa yang disukai Allah. Yang paling banyak diulang dalam Al Qur’an, adalah Allah senang pada orang-orang mukhsinin yang:
- Adil, yaitu adil yang menyenangkan kedua pihak yang berselisih.
- (tetap) Berbuat baik pada orang-orang yang telah menyakiti hatinya.
Catatan lengkap dapat di-download dari sini.
Cerna apa yang bisa diterima, hargai perbedaan di antara kita. Setiap orang sesuai dengan kebutuhan dan tahap pertumbuhannya masing-masing.
Kita suka beribadah dengan apa yang kita senangi, dan bukan yang disenangi Allah. Senang melakukan puasa sunnah, shalat tahajud, tetapi tetap dengki, kikir dan berbohong. Lebih senang menghias diri ketimbang membersihkan diri.
Padahal, dalam sebuah hadits kudtsi, disebutkan bahwa, apabila seseorang mendekati-Ku dengan apa yang Aku senangi, maka Aku akan senang padanya. Apabila Aku telah senang pada seseorang, maka penglihatan-Ku-lah yang digunakan untuk penglihatannya, pendengaran-Ku-lah yang digunakan untuk pendengarannya, tangan-Ku-lah yang digunakan untuk menggenggam olehnya, dan kaki-Ku-lah yang ia gunakan untuk berjalan.
Karena itu, penting untuk mengetahui hal-hal apa yang disukai Allah. Yang paling banyak diulang dalam Al Qur’an, adalah Allah senang pada orang-orang mukhsinin yang:
- Adil, yaitu adil yang menyenangkan kedua pihak yang berselisih.
- (tetap) Berbuat baik pada orang-orang yang telah menyakiti hatinya.
Catatan lengkap dapat di-download dari sini.
Cerna apa yang bisa diterima, hargai perbedaan di antara kita. Setiap orang sesuai dengan kebutuhan dan tahap pertumbuhannya masing-masing.
Untuk mama
[English]
Saya mengutip kutipan ini Mbak Lita. Tulisan ini aslinya dibuat oleh Ira Lathief pada bulan Agustus 2006 dengan judul "Dont know what i've got till it's gone..."
Satu setengah tahun yang lalu Mama ku pergi menghadap Tuhan. Sangat banyak hal2 yang belum sempat aku sampaikan kepadanya....
"Ma...akhirnya ira diterima kerja...ini berkat doa Mama"
"Ma...ini gaji pertama ira ...semuanya hadiah buat Mama aja"
"Ma...ira bentar lagi dapat bonus ..nanti gajian kita jalan-jalan ya"
Juga, pada saatnya nanti, tak bisa lagi aku sampaikan kepadanya...
"Ma...kenalin, ini calon suamiku..."
"Ma...mohon do'a restunya, ira mau menikah..."
"Ma...ini cucu Mama, ajarin ira jadi ibu yang baik seperti Mama ya..."
Arti seorang ibu seperti udara bagi kehidupan manusia. Begitu besar arti kehadirannya... namun seringkali kita tidak menyadari.... Sampai saat kita harus kehilangannya!
Dipersembahkan untuk semua ibu yang ada di dunia ini. Peluk cium dan cinta untuk ibuku tersayang.
Postscript: Saya mengirimkan ini kepada seorang teman. Jawabannya: sayangilah ibumu, selagi dia masih bersamamu.
Saya mengutip kutipan ini Mbak Lita. Tulisan ini aslinya dibuat oleh Ira Lathief pada bulan Agustus 2006 dengan judul "Dont know what i've got till it's gone..."
Satu setengah tahun yang lalu Mama ku pergi menghadap Tuhan. Sangat banyak hal2 yang belum sempat aku sampaikan kepadanya....
"Ma...akhirnya ira diterima kerja...ini berkat doa Mama"
"Ma...ini gaji pertama ira ...semuanya hadiah buat Mama aja"
"Ma...ira bentar lagi dapat bonus ..nanti gajian kita jalan-jalan ya"
Juga, pada saatnya nanti, tak bisa lagi aku sampaikan kepadanya...
"Ma...kenalin, ini calon suamiku..."
"Ma...mohon do'a restunya, ira mau menikah..."
"Ma...ini cucu Mama, ajarin ira jadi ibu yang baik seperti Mama ya..."
Arti seorang ibu seperti udara bagi kehidupan manusia. Begitu besar arti kehadirannya... namun seringkali kita tidak menyadari.... Sampai saat kita harus kehilangannya!
Dipersembahkan untuk semua ibu yang ada di dunia ini. Peluk cium dan cinta untuk ibuku tersayang.
Postscript: Saya mengirimkan ini kepada seorang teman. Jawabannya: sayangilah ibumu, selagi dia masih bersamamu.
Bermimpilah
[English]
Masih dari wawancara Yos Luhukay. Orang hanya dibatasi dengan angan, dengan mimpi kita. Seberapa berani kita bermimpi? Mungkin kebanyakan dari kita bersikap pragmatis, realistis. Terjebak dengan keadaan sekarang.
Jangan terbatasi dengan keadaan. Mulai dari akhir. Coba dibayangkan, punya visi, kira-kira apa yang ingin kita capai, di usia tertentu, dalam hal pekerjaan, pribadi, keluarga, dan spiritualitas. Setelah itu baru, telusuri balik apa yang harus kita lakukan untuk mencapainya.
Apakah apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang kita visikan? Tentukan sampai kapan kita akan ada di tempat kita sekarang, dengan jabatan akhir apa.
Kata-kata ini membuat saya berpikir. Saya sudah terbayang apa yang saya ingin lakukan. Saya jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, apa yang sudah saya lakukan untuk mencapainya? Rasanya tidak terlalu banyak. Belum cukup banyak.
Sedih jadinya. Eh, gak boleh sedih ya. Harus berusaha.
Masih dari wawancara Yos Luhukay. Orang hanya dibatasi dengan angan, dengan mimpi kita. Seberapa berani kita bermimpi? Mungkin kebanyakan dari kita bersikap pragmatis, realistis. Terjebak dengan keadaan sekarang.
Jangan terbatasi dengan keadaan. Mulai dari akhir. Coba dibayangkan, punya visi, kira-kira apa yang ingin kita capai, di usia tertentu, dalam hal pekerjaan, pribadi, keluarga, dan spiritualitas. Setelah itu baru, telusuri balik apa yang harus kita lakukan untuk mencapainya.
Apakah apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang kita visikan? Tentukan sampai kapan kita akan ada di tempat kita sekarang, dengan jabatan akhir apa.
Kata-kata ini membuat saya berpikir. Saya sudah terbayang apa yang saya ingin lakukan. Saya jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, apa yang sudah saya lakukan untuk mencapainya? Rasanya tidak terlalu banyak. Belum cukup banyak.
Sedih jadinya. Eh, gak boleh sedih ya. Harus berusaha.
Jadikan dirimu “obsolete”
[English]
Apa terjemahan “obsolete” dalam Bahasa Indonesia? Sudah tak terpakai lagi, karena fungsinya sudah tergantikan oleh yang lain. Nah, apa tuh bahasa Indonesianya? Usang?
Apa pun kata dalam Bahasa Indonesianya, saran yang brilian ini keluar dari mulut seorang Yos Luhukay dalam wawancara di Trijaya FM Jumat sore lalu.
Dimana pun dirimu berada, jadikan dirimu ‘obsolete’. Latih orang-orang di sekitarmu untuk dapat melakukan apa yang biasanya kaulakukan, sehingga kamu menjadi ‘obsolete’ (dan kemudian bisa pergi kapanpun semaumu).
Baru-baru ini saya membantu mempersiapkan suatu acara proyek saya. Yang saya lakukan hanyalah memberikan masukan sedikit. Selain itu, semua dilakukan oleh teman-teman saya.
Saya senang dan bangga melihat acara tersebut berjalan lancar. Saya merasa saya telah menjadi ‘obsolete’. Dan saya merasa senang.
-Mungkin kini saya bisa pergi. Mungkin sudah saatnya bagi saya untuk pergi. Tanda kedua.-
Apa terjemahan “obsolete” dalam Bahasa Indonesia? Sudah tak terpakai lagi, karena fungsinya sudah tergantikan oleh yang lain. Nah, apa tuh bahasa Indonesianya? Usang?
Apa pun kata dalam Bahasa Indonesianya, saran yang brilian ini keluar dari mulut seorang Yos Luhukay dalam wawancara di Trijaya FM Jumat sore lalu.
Dimana pun dirimu berada, jadikan dirimu ‘obsolete’. Latih orang-orang di sekitarmu untuk dapat melakukan apa yang biasanya kaulakukan, sehingga kamu menjadi ‘obsolete’ (dan kemudian bisa pergi kapanpun semaumu).
Baru-baru ini saya membantu mempersiapkan suatu acara proyek saya. Yang saya lakukan hanyalah memberikan masukan sedikit. Selain itu, semua dilakukan oleh teman-teman saya.
Saya senang dan bangga melihat acara tersebut berjalan lancar. Saya merasa saya telah menjadi ‘obsolete’. Dan saya merasa senang.
-Mungkin kini saya bisa pergi. Mungkin sudah saatnya bagi saya untuk pergi. Tanda kedua.-
Dalam kenangan: Bu Zul
[English]
Minggu lalu ibu saya kehilangan seorang sahabat, Bu Zul. Terakhir saya bertemu dengan Ibu Zul adalah sekitar dua minggu lalu. Keluarga saya (12 orang) baru saja selesai sarapan bareng di salah satu rumah makan dekat rumah. Ibuku bersiteguh bahwa semua harus mampir ke rumah Ibu Zul, lengkap dengan oleh-oleh pancake dari rumah makan itu.
Ketika kami datang, Bu Zul sedang tiduran di kamarnya. Beliau tampak lebih lemah dari biasa. Saya agak kaget. Dia tampak.. Satu-satu dari kami menyalami beliau, dan untuk setiap dari kami, Bu Zul mengucapkan doanya, berbeda untuk tiap orang.
Tetap saja, cukup kaget juga mendengar berita bahwa beliau sudah tiada. Malam meninggalnya, beliau masih menelepon teman-temannya. Tengah malam, semua anaknya dipanggil untuk datang ke rumahnya.
Baru-baru ini beliau agak berselisih paham dengan salah satu anaknya, alhamdulillah hubungan sudah membaik sebelum ini. Kepada anak yang satu ini, beliau meminta maaf. Anaknya bilang, “Bukan mi, saya yang salah. Saya yang minta maaf.”
Bu Zul meminta anaknya untuk berzikir. Anaknya pun mengucapkan zikir dan Ibu Zul mengamini setiap kalimatnya. Setelah itu, Ibu Zul berdoa dalam Bahasa Jawa. Dan langsung menghembuskan nafas terakhir. Cara pergi yang begitu indah.
Semoga Tuhan memberikan kedamaian dan cahaya-Nya dalam sisa perjalanan beliau. Terima kasih sudah menjadi sahabat yang begitu baik dan setia bagi keluarga saya.
[Gambar: melati, bunga kesayangan Bu Zul. Diambil dari sini.]
Minggu lalu ibu saya kehilangan seorang sahabat, Bu Zul. Terakhir saya bertemu dengan Ibu Zul adalah sekitar dua minggu lalu. Keluarga saya (12 orang) baru saja selesai sarapan bareng di salah satu rumah makan dekat rumah. Ibuku bersiteguh bahwa semua harus mampir ke rumah Ibu Zul, lengkap dengan oleh-oleh pancake dari rumah makan itu.
Ketika kami datang, Bu Zul sedang tiduran di kamarnya. Beliau tampak lebih lemah dari biasa. Saya agak kaget. Dia tampak.. Satu-satu dari kami menyalami beliau, dan untuk setiap dari kami, Bu Zul mengucapkan doanya, berbeda untuk tiap orang.
Tetap saja, cukup kaget juga mendengar berita bahwa beliau sudah tiada. Malam meninggalnya, beliau masih menelepon teman-temannya. Tengah malam, semua anaknya dipanggil untuk datang ke rumahnya.
Baru-baru ini beliau agak berselisih paham dengan salah satu anaknya, alhamdulillah hubungan sudah membaik sebelum ini. Kepada anak yang satu ini, beliau meminta maaf. Anaknya bilang, “Bukan mi, saya yang salah. Saya yang minta maaf.”
Bu Zul meminta anaknya untuk berzikir. Anaknya pun mengucapkan zikir dan Ibu Zul mengamini setiap kalimatnya. Setelah itu, Ibu Zul berdoa dalam Bahasa Jawa. Dan langsung menghembuskan nafas terakhir. Cara pergi yang begitu indah.
Semoga Tuhan memberikan kedamaian dan cahaya-Nya dalam sisa perjalanan beliau. Terima kasih sudah menjadi sahabat yang begitu baik dan setia bagi keluarga saya.
[Gambar: melati, bunga kesayangan Bu Zul. Diambil dari sini.]
Thursday, July 05, 2007
Estafet: Rockin' Girl Blogger Award
[English]
Terima kasih ya Han, sudah memberikan tongkat estafet Rockin’ Girl Blogger Award. Lima perempuan:
Pilihan pertamaku, jatuh pada dirimu sendiri. Hanny dengan berada di sini-nya. Dulu saya punya buku berjudul “Write from the heart”. Kalau saya baru membaca, Hanny sudah melakukannya. Menulis dengan segenap hati.
Kedua, sama dengan pilihan Hanny, Mbak Lita dengan precious moments-nya. Blog yang didedikasikan untuk anaknya. Jarang sekali ada blog yang membuat saya menitikkan air mata. Cinta Ibu memang sepanjang zaman. Precious.
Ketiga, Han(n)y yang lain. Suryatmaning Hany dengan blog matahari dan bintang-nya. Semua hal itu menyenangkan dan menarik. Hidup itu anggap ringan dan santai saja. Pisang goreng di warung sebelah rumah pun terasa begitu menyenangkan kalau Hany yang menulis. Gak penting tapi kok ya sangat menarik. Gelo tea.
Keempat, mungkin tidak bisa dikunjungi oleh umum karena ada di friendster. Punya-nya Anne dengan Tequila shot for the soul-nya. Bisa dikira-kira gak isinya apa? Cool name. Cool pics. Cool girl.
Kelima (mulai mikir nih, siapa ya), Saya pilih Dee. Tapi bukan blog dia yang serius, Dee sebagai seorang yang kontemplatif rasanya sudah dikenal. Dee dengan pikiran-pikirannya yang gak penting, itu lebih menarik. Blog baru tapi kelihatan idenya ok banget. Menunjukkan bahwa banyak sekali gurauan-gurauan kecil dalam hidup yang terlewat begitu saja. Sayang.
Baiklah, silakan melanjutkan estafet.
Terima kasih ya Han, sudah memberikan tongkat estafet Rockin’ Girl Blogger Award. Lima perempuan:
Pilihan pertamaku, jatuh pada dirimu sendiri. Hanny dengan berada di sini-nya. Dulu saya punya buku berjudul “Write from the heart”. Kalau saya baru membaca, Hanny sudah melakukannya. Menulis dengan segenap hati.
Kedua, sama dengan pilihan Hanny, Mbak Lita dengan precious moments-nya. Blog yang didedikasikan untuk anaknya. Jarang sekali ada blog yang membuat saya menitikkan air mata. Cinta Ibu memang sepanjang zaman. Precious.
Ketiga, Han(n)y yang lain. Suryatmaning Hany dengan blog matahari dan bintang-nya. Semua hal itu menyenangkan dan menarik. Hidup itu anggap ringan dan santai saja. Pisang goreng di warung sebelah rumah pun terasa begitu menyenangkan kalau Hany yang menulis. Gak penting tapi kok ya sangat menarik. Gelo tea.
Keempat, mungkin tidak bisa dikunjungi oleh umum karena ada di friendster. Punya-nya Anne dengan Tequila shot for the soul-nya. Bisa dikira-kira gak isinya apa? Cool name. Cool pics. Cool girl.
Kelima (mulai mikir nih, siapa ya), Saya pilih Dee. Tapi bukan blog dia yang serius, Dee sebagai seorang yang kontemplatif rasanya sudah dikenal. Dee dengan pikiran-pikirannya yang gak penting, itu lebih menarik. Blog baru tapi kelihatan idenya ok banget. Menunjukkan bahwa banyak sekali gurauan-gurauan kecil dalam hidup yang terlewat begitu saja. Sayang.
Baiklah, silakan melanjutkan estafet.
Tuesday, July 03, 2007
Dana hibah untuk ide bisnis inovatif
[English]
Ada hal-hal yang memang patut untuk dipromosikan.
SENADA, sebuah proyek peningkatan daya saing Indonesia yang didanai USAID, meluncurkan dana hibah senilai 1.000.000 dolar Amerika bagi perusahaan, lembaga dan organisasi yang memiliki gagasan inovatif untuk menjadikan Indonesia lebih berdaya saing.
Inovasi yang diusulkan dapat berupa produk dan jasa baru yang dapat menambah nilai atau mengurangi biaya; inovasi adalah prakarsa yang mendapatkan atau mempertahankan pelanggan atau memberikan layanan baru, atau gagasan yang mampu menciptakan lingkungan yang lebih ramah usaha.
Apapun inovasinya, yang terpenting adalah manfaat dari inovasi tersebut tidak hanya dirasakan organisasi penerima hibah, tetapi juga memiliki dampak lebih luas terhadap peningkatan daya saing suatu rantai nilai industri.
Lihat websitenya Business Innovation Fund SENADA.
.mulailah melakukan sesuatu. apapun itu.
Ada hal-hal yang memang patut untuk dipromosikan.
SENADA, sebuah proyek peningkatan daya saing Indonesia yang didanai USAID, meluncurkan dana hibah senilai 1.000.000 dolar Amerika bagi perusahaan, lembaga dan organisasi yang memiliki gagasan inovatif untuk menjadikan Indonesia lebih berdaya saing.
Inovasi yang diusulkan dapat berupa produk dan jasa baru yang dapat menambah nilai atau mengurangi biaya; inovasi adalah prakarsa yang mendapatkan atau mempertahankan pelanggan atau memberikan layanan baru, atau gagasan yang mampu menciptakan lingkungan yang lebih ramah usaha.
Apapun inovasinya, yang terpenting adalah manfaat dari inovasi tersebut tidak hanya dirasakan organisasi penerima hibah, tetapi juga memiliki dampak lebih luas terhadap peningkatan daya saing suatu rantai nilai industri.
Lihat websitenya Business Innovation Fund SENADA.
.mulailah melakukan sesuatu. apapun itu.
Sunday, June 24, 2007
kebaikan, kemurahan hati
[English]
Seperti biasa, saya punya 'kepercayaan' bahwa apa pun yang terjadi pada saya, yang diucapkan kepada saya, terbaca oleh saya dua kali, saya merasa itu adalah pesan khusus buat saya.
Minggu ini giliran kata-kata "kebaikan, kemurahan hati."
Hanya itu yang bisa saya katakan sekarang. Saya masih mencoba mencerna kenapa pesan itu disampaikan kepada saya.
Seperti biasa, saya punya 'kepercayaan' bahwa apa pun yang terjadi pada saya, yang diucapkan kepada saya, terbaca oleh saya dua kali, saya merasa itu adalah pesan khusus buat saya.
Minggu ini giliran kata-kata "kebaikan, kemurahan hati."
Hanya itu yang bisa saya katakan sekarang. Saya masih mencoba mencerna kenapa pesan itu disampaikan kepada saya.
Friday, June 22, 2007
Kemarin
[English]
Kemarin itu bukan salah satu hari favorit saya di kantor. Rasanya terlalu banyak orang yang melewati tenggat waktunya (deadline maksudku). Dan mereka yang mengirimkan hasil kerjanya pun, hasilnya kurang memuaskan.
Bahkan ada satu saat dimana saya udah gak bisa ngomong apa-apa. (kebayang gak: saya, gak bisa ngomong apa-apa). Jadi bukannya saya mengeluarkan serentetan pertanyaan "kenapa" seperti biasanya, satu-satunya kalimat yang keluar dari mulut saya hanyalah "Oh for God's sake". Saat saya berhenti bertanya, justru merupakan saat untuk mulai merasa khawatir.
Waktunya rehat kopi.
post script: Saat-saat terbaik kemarin adalah ketika saya mau keluar dari pintu kantor, penerima tamu di kantor saya yang selalu menghibur itu melakukan gerakan-gerakan biasa (atau tidak biasa?) untuk mengucapkan selamat jalan, dengan senyuman (cengiran, cenderung nakal) seperti biasa. Dia mungkin gak sadar betapa dia telah membuat hari saya menjadi jauh lebih menyenangkan.
Namun, saat terbaik dari yag terbaik untuk kemarin adalah ketika saya pergi ke rumah baru kakak saya sepulang kerja dan kumpul bareng keluarga saya. Sekumpulan orang aneh yang paling menyenangi dan menyenangkan saya. Dan selalu ditemani dengan berbagai makanan plus cemilan nikmat.
Kemarin itu bukan salah satu hari favorit saya di kantor. Rasanya terlalu banyak orang yang melewati tenggat waktunya (deadline maksudku). Dan mereka yang mengirimkan hasil kerjanya pun, hasilnya kurang memuaskan.
Bahkan ada satu saat dimana saya udah gak bisa ngomong apa-apa. (kebayang gak: saya, gak bisa ngomong apa-apa). Jadi bukannya saya mengeluarkan serentetan pertanyaan "kenapa" seperti biasanya, satu-satunya kalimat yang keluar dari mulut saya hanyalah "Oh for God's sake". Saat saya berhenti bertanya, justru merupakan saat untuk mulai merasa khawatir.
Waktunya rehat kopi.
post script: Saat-saat terbaik kemarin adalah ketika saya mau keluar dari pintu kantor, penerima tamu di kantor saya yang selalu menghibur itu melakukan gerakan-gerakan biasa (atau tidak biasa?) untuk mengucapkan selamat jalan, dengan senyuman (cengiran, cenderung nakal) seperti biasa. Dia mungkin gak sadar betapa dia telah membuat hari saya menjadi jauh lebih menyenangkan.
Namun, saat terbaik dari yag terbaik untuk kemarin adalah ketika saya pergi ke rumah baru kakak saya sepulang kerja dan kumpul bareng keluarga saya. Sekumpulan orang aneh yang paling menyenangi dan menyenangkan saya. Dan selalu ditemani dengan berbagai makanan plus cemilan nikmat.
Thursday, June 14, 2007
Cara membicarakan atau memperlakukan orang
[English]
Bagaimana kita membicarakan seseorang ketika orang itu ada di sekitar kita memang penting.
Tapi lebih penting lagi adalah bagaimana kita membicarakan seseorang ketika orang itu sedang tidak ada di sekitar kita.
Bagaimana kita memperlakukan teman kita memang penting.
Tapi lebih penting lagi (dan lebih menarik) adalah bagaimana kita memperlakukan musuh kita.
Karena dua hal itu yang mendefinisikan karakter kita.
Apapun yang kita katakan tentang seseorang, harusnya kita bisa mengatakan hal yang sama (dengan cara yang sama pula), ketika orang itu ada di depan kita. Kalau tidak, kita sebenarnya sudah melewati batas.
Jangan pernah bilang hal ini susah diubah. Jangan juga kasih alasan bahwa “emang gitu, namanya juga manusia”. Karena ini semata adalah masalah latihan. Masalah kebiasaan.
Arfan Pradiansyah. Trijaya FM. Tadi sore.
PS: Pikiran menghasilkan maksud; maksud menghasilkan tindakan; tindakan membentuk kebiasaan; Kebiasaan menentukan karakter; dan karakter memastikan nasib.--Tryon Edwards
Bagaimana kita membicarakan seseorang ketika orang itu ada di sekitar kita memang penting.
Tapi lebih penting lagi adalah bagaimana kita membicarakan seseorang ketika orang itu sedang tidak ada di sekitar kita.
Bagaimana kita memperlakukan teman kita memang penting.
Tapi lebih penting lagi (dan lebih menarik) adalah bagaimana kita memperlakukan musuh kita.
Karena dua hal itu yang mendefinisikan karakter kita.
Apapun yang kita katakan tentang seseorang, harusnya kita bisa mengatakan hal yang sama (dengan cara yang sama pula), ketika orang itu ada di depan kita. Kalau tidak, kita sebenarnya sudah melewati batas.
Jangan pernah bilang hal ini susah diubah. Jangan juga kasih alasan bahwa “emang gitu, namanya juga manusia”. Karena ini semata adalah masalah latihan. Masalah kebiasaan.
Arfan Pradiansyah. Trijaya FM. Tadi sore.
PS: Pikiran menghasilkan maksud; maksud menghasilkan tindakan; tindakan membentuk kebiasaan; Kebiasaan menentukan karakter; dan karakter memastikan nasib.--Tryon Edwards
Wednesday, June 13, 2007
Ssst
[English]
Apa yang harus dilakukan apabila kita tahu sesuatu yang tidak diketahui orang lain? Apa yang harus dilakukan kalau (kita tahu) kita tidak boleh kasih tahu hal tersebut ke siapa pun juga? Kita tutup mulut rapat-rapat. Terima kasih atas kepercayaannya. Nya.
Tapi btw, Bapak Thich Nhat Hanh yang terhormat, kayaknya saya butuh pulau teduh Sati, Smarti, dan Panya-mu untuk membantu saya.
Apa yang harus dilakukan apabila kita tahu sesuatu yang tidak diketahui orang lain? Apa yang harus dilakukan kalau (kita tahu) kita tidak boleh kasih tahu hal tersebut ke siapa pun juga? Kita tutup mulut rapat-rapat. Terima kasih atas kepercayaannya. Nya.
Tapi btw, Bapak Thich Nhat Hanh yang terhormat, kayaknya saya butuh pulau teduh Sati, Smarti, dan Panya-mu untuk membantu saya.
Sunday, June 10, 2007
Persona: Mbak Lina
[English]
Saya senang sekali kalau bisa ketemu sama orang-orang inspirasional. Saya ketemu satu diantaranya minggu lalu: instruktur yoga saya Mbak Lina dari Balance Yoga, Yogyakarta.
Kalau dilihat penampilan sepintas, Mbak Lina tampak sederhana, layaknya seorang ibu Jawa. Namun impresi ini meningkat sangat kuat seiring dengan cerita-cerita tentang dirinya.
Saya akan cerita satu hal tentang beliau. Mbak Lina punya anak dengan downsyndrome. Tapi dia tidak menyerah. Dia tetap dengan sikap positifnya dan pergi ke sana kemari untuk membantu anaknya bertumbuh.
Anaknya tumbuh menjadi anak yang luar biasa. Namun Mbak Lina tidak berhenti di situ. Ia mendirikan sebuah yayasan untuk membantu keluarga dengan anak downsyndrome.
Dia mengatakan bahwa dalam kasus seperti ini, kuncinya ada di sang ibu. Ibu yang akan membuat anaknya bertumbuh atau sebaliknya. (Salam hormat untuk semua ibu, peluk cium untuk Ibu saya).
Saya bercerita tentang Mbak Lina ini ke teman saya. Say bilang yang terpikir oleh saya ketika bertemu dengan si Mbak Lina ini adalah: weleh, saya belum ada apa-apanya. Tanggapan teman saya ketika itu adalah: wah kalau itu mah gua sering merasakannya, bahwa gua belum ada apa-apanya. He he, tertampar rasanya saya.
Saya senang sekali kalau bisa ketemu sama orang-orang inspirasional. Saya ketemu satu diantaranya minggu lalu: instruktur yoga saya Mbak Lina dari Balance Yoga, Yogyakarta.
Kalau dilihat penampilan sepintas, Mbak Lina tampak sederhana, layaknya seorang ibu Jawa. Namun impresi ini meningkat sangat kuat seiring dengan cerita-cerita tentang dirinya.
Saya akan cerita satu hal tentang beliau. Mbak Lina punya anak dengan downsyndrome. Tapi dia tidak menyerah. Dia tetap dengan sikap positifnya dan pergi ke sana kemari untuk membantu anaknya bertumbuh.
Anaknya tumbuh menjadi anak yang luar biasa. Namun Mbak Lina tidak berhenti di situ. Ia mendirikan sebuah yayasan untuk membantu keluarga dengan anak downsyndrome.
Dia mengatakan bahwa dalam kasus seperti ini, kuncinya ada di sang ibu. Ibu yang akan membuat anaknya bertumbuh atau sebaliknya. (Salam hormat untuk semua ibu, peluk cium untuk Ibu saya).
Saya bercerita tentang Mbak Lina ini ke teman saya. Say bilang yang terpikir oleh saya ketika bertemu dengan si Mbak Lina ini adalah: weleh, saya belum ada apa-apanya. Tanggapan teman saya ketika itu adalah: wah kalau itu mah gua sering merasakannya, bahwa gua belum ada apa-apanya. He he, tertampar rasanya saya.
Subscribe to:
Posts (Atom)