
Ya begitulah. Kita menggunakan kata teman dengan entengnya. Kenalin, teman saya. Teman saya SMA, teman kuliah saya, teman kerja, dsb. Di lain pihak, kata “sahabat” begitu kita gunakan dengan hati-hati.
Itu terjadi kepada saya beberapa waktu yang lalu. Saya menceritakan seorang sahabat kepada seorang teman (atau sahabat juga?) yang lain. Komentarnya adalah, “Pasti loe deket banget ama dia ya?”
Kenapa memangnya, saya tanya. Dia bilang, “Karena loe jarang banget merujuk ke seseorang sebagai seorang sahabat.” Saya tidak menyadari hal kebiasaan (atau ketidakbiasaan) tersebut sampai detik itu. Benar juga.

Yang cuma melemparkan senyum dan ekspresi pasrah kalau saya sedang dalam mood yang satu itu, atau saya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan.
Orang-orang yang gak perlu saya bercerita sudah bisa membaca saya. Kadang tanpa berbicara mereka cuma menepuk punggung saya, melingkarkan tangannya di pundak saya. Yang bisa dengan seenaknya berkomentar, “Jelek amat tampang loe.”

No comments:
Post a Comment