Saturday, May 03, 2008

Tak ada lagi pertanyaan

[English]
Hari Jumat lalu saya makan siang dengan seorang teman baik, seorang mentor. Sebenarnya banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, namun ketika dia menelepon saya mengajak bertemu, saya tak mungkin bisa menolak.

Dia kini tinggal di luar kota dan sedang mengunjungi kota saya untuk beberapa hari. Kita sudah lama tidak berbincang.

Teman tersayang saya ini adalah orang yang telah ‘membimbing’ saya melalui naik turun (dan turun)-nya hidup saya sekitar dua-empat tahun lalu. Pada saat itu, kepala (atau hati?) saya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan dan keraguan. Resah. Lelah.

Namun dia dengan sabar menuntun saya melewati perjalanan saya, entah itu perjalanan keluar kota maupun perjalanan ke dalam diri.

Saran pertama yang ia berikan, saya ingat sekali, adalah untuk “memperlambat semuanya. Lakukan semua satu per satu. Izinkan tubuh dan pikiran untuk santai. Apabila proses penyerahan dirimu adalah melalui meditasi dan doa, maka lakukanlah.

Jangan memaksakan semua proses ini dengan pikiranmu. Pikiran kita merupakan penghalang buat kita. "Percaya pada Tuhan dengan sepenuh hati dan jangan berpegang terlalu erat terhadap apa yang kamu pahami sekarang; dalam segala hal akui kehadiran dan kebesaran-Nya dan Dia akan meluruskan jalan untukmu."

Lepaskan semua keinginan, kebutuhan, permintaan, ekspektasi dan pikiran. Bernafas perlahan dengan kesadaran tunggal: bahwa kita adalah milik-Nya. Biarkan Dia bekerja bersama kita dan terima apa saja dan semua hal yang Dia berikan setiap harinya.

Lihat, rasakan, cium dan sentuh semua yang ada di sekitarmu. Lantai, dinding, rumah, jalan, pohon, orang, mobil, kertas, kata, bahasa, musik, suara, bunga. Apa pun, tiap hari, tiap detik.

Hingga suatu hari, kamu akan mengerti, kemudian kamu akan menangis. Tangisan bahagia, nikmat, dan paham.


Kata-kata indah itu menandai perjalanan seumur hidup yang telah lama tertunda, terlalu lama.

Namun kemarin obrolan terasa berbeda. Kami berbincang dan tertawa tentang kerja dan hidup. Dialog, bukan konsultasi. Tetapi tetap menghangatkan hati dan menyenangkan.

Seraya memasuki mobil untuk kembali ke ‘kehidupan nyata’, saya berujar kepada teman saya, “Saya sudah tidak punya pertanyaan lagi.”

Seumur hidup, saya sudah mengemukakan begitu banyak pertanyaan tentang hidup itu sendiri, namun sekarang saya terdiam tanpa ada satu pun pertanyaan untuk diajukan.

Tak ada alasan atau manfaat untuk bertanya, atau mempertanyakan, ketika jauh di dasar diri ini kita tahu kalau kita sudah tahu. Atau minimal, kita percaya.

No comments: