Friday, July 11, 2008

Pilihan dalam hidup

[English]
Tampaknya seorang teman sedang gandrung dengan kata-kata “Hidup adalah tentang pilihan." Pernyataan yang membuat saya berpikir. Apa memang hidup adalah tentang pilihan? Apakah kita memang benar-benar memilih?

Ada orang yang berpaham bahwa mereka sudah mentok dengan apa yang mereka miliki saat ini. Mereka merasa tidak memiliki pilihan lain. Kebanyakan mungkin karena alasan ekonomi, namun ada kalanya lebih karena kita tidak terbiasa berpikir tentang adanya pilihan lain dalam hidup. Bahwa kita dapat berjalan lebih jauh, kalau saja kita berusaha, kalau saja kita percaya.

Kemudian ada pula orang yang sudah mulai berpikir bahwa hidup adalah tentang pilihan. Kita punya begitu banyak pilihan dalam hidup. Kita memiliki kekuatan untuk memilih. Saya agak bertanya-tanya apakah kita perlu waktu berpikir untuk memilih adalah karena kita tidak cukup mengenal diri kita.

Jika kita tahu kita lebih suka teh ketimbang kopi, jika kita lebih suka es krim stroberi ketimbang cokelat, kita bahkan tidak akan berpikir tentang kopi atau es krim cokelat. Bahkan ketika kopi dan es krim cokelat itu terhidang di hadapan, kita tidak melihatnya sebagai suatu pilihan, karena itu bukan kita. Kita akan dengan mudahnya mengatakan "teh" dan "stroberi," tanpa perlu berpikir panjang.

Lagipula, siapa kita berani-beraninya bilang kalau kita bisa mengendalikan hidup ini. Seorang teman lain pernah berkata bahwa "persepsi akan kendali itu adalah ilusi." Kita pikir kita memiliki kendali, tapi satu menit kemudian semua bisa hancur berantakan tanpa kita dapat melakukan apa-apa. Terlalu arogan apabila kita berpikir kitalah orang yang mengendalikan hidup, bahwa kitalah yang membuat pilihan-pilihan itu.

Kemudian, ada juga orang yang hanya melakukan. Mereka sekedar menapaki jalan kehidupan. Mereka tidak merasa memilih karena mereka tahu bahwa jalan itu telah dibentangkan khusus untuk mereka jalani. Mereka memiliki keyakinan. Mereka berupaya sebaik mungkin memanfaatkan apa yang ada di hadapan mereka, apa yang telah dihidangkan bagi mereka, karena mereka tahu semua ini berasal dari Dia khusus untuk mereka.

Selain itu, ada orang yang hanya mengada. Orang yang melakukan bukan sekedar demi melakukan atau menjalani apa yang ada di hadapan mereka, namun karena semua berasal dari dalam diri. Karena itulah mereka. Mereka senantiasa merujuk ke hati, bukan ke pikiran.

Nantinya, entah kapan, akan tiba waktu saat apa yang kita 'inginkan' sama persis dengan apa yang Dia inginkan. Di sini kita tidak lagi berbicara tentang 'mengada' karena yang ada hanya Dia dan tidak yang lain. Dia adalah kita tapi kita bukan benar-benar Dia.

Saya yakin ada penjelasan-penjelasan lain. Tapi saya akan berhenti di sini dan mengakhiri tulisan saya dengan apa yang ditulis oleh seorang teman dalam emailnya. Dia berujar, “Ketika kamu terhubung dengan hatimu dan bergerak berdasarkannya, semua yang kamu lakukan adalah jujur. Tidak ada benar atau salah. Hanya 'ada'. Pikiranmu tidak akan menghalangi. Kamu akan menjalaninya tanpa ragu."

Dia meneruskan, “Ketika kamu fokus untuk hanya menggali dirimu, semua hal lain akan tertata dengan sendirinya. Hati, dalam hal ini, memainkan peran yang demikian penting. Hati menjadi jembatan antara pikiran dan tindakanmu. Cinta membutuhkan hati yang terbuka untuk bisa memberi dan menerima. Semakin terbuka hatimu, semakin kamu dapat memberi dan menerima. "Dia" adalah "cinta."

Saya sangat terberkati. Saya menyadari itu. Terima kasih.

No comments: