Saturday, April 21, 2007

Selamat Hari Kartini

[English]

Selamat Hari Kartini, semua. Kalau kita berada di Indonesia, gak mungkin hal ini terlewatkan. Nyalakan TV, lihat koran, tengok billboard, masuk sekolah, jalan ke mall, pasti kita lihat/dengar “untuk memperingati jasa-jasa Ibu Kartini..”.

Dengan segala rasa hormat kepada Anda dan Ibu Kartini sendiri, saya sering bertanya-tanya tentang dua hal: (1) Berapa banyak orang yang benar-benar tahu sejarah Ibu Kartini dan Hari Kartini, dan (2) Kenapa Ibu Kartini begitu istimewa. Kenapa ada Hari Kartini tetapi gak ada, misalnya, Hari Tjut Nyak Dien?

Mungkin seharunya saya gak terlalu memikirkan ini. Yang lebih penting adalah semangat untuk mendukung pemberdayaan perempuan dan pengutamaan arus gender (istilah populer dalam pemberdayaan perempuan). Dan berikut impresi saya terhadap hari ini.

Tadi pagi saya ikut dalam seminar tentang waralaba untuk perempuan yang diselenggarakan oleh majalah Femina. Saya kagum dengan jumlah orang (atau perempuan) yang menghadiri acara ini. Banyak. Dan keliatannya pada semangat dan determinan semua.

Di sesi awal, ada dua orang pembicara (semua cowok btw): Amir Karamoy dan Rhenald Khasali. Pak Amir, menurutku, berbicara lebih lugas. Beliau konsisten dengan tema hari ini: waralaba, sementara Pak Rhenald, betapa pun menariknya beliau sebagai seorang pembicara, memaparkan hal yang lebih umum (dan lebih terkait dengan buku barunya).

Senang saya ketika pada saat sesi tanya jawab, kebanyakan pertanyaan diarahkan kepada Pak Amir. Peserta seminar benar-benar ingin tahu tentang waralaba. Tampak determinasi pada perempuan ini. Ada fokus dalam pikiran. Entah kenapa, timbul rasa bangga dalam hati saya.

Selain itu, hari ini Kompas juga mengangkat topik terkait dengan Hari Kartini. Koran ini menulis kisah seorang pengemudi becak perempuan, Ibu Aminah. Beliau sudah menggenjot becak selama lima tahun untuk menghidupi keluarga dan ke-10 anaknya. Sepuluh anak, hm. Ini topik tersendiri. Anyway, Ibu Aminah adalah sosok heroik nyata bagi saya.

Secara umum, kenyataan bahwa kita masih tetap merayakan Hari Kartini, secara tak langsung menyatakan bahwa masih ada sesuatu yang harus diperjuangkan. Seperti juga kenyataan bahwa ada kuota minimum buat perempuan di DPR. Atau ada Kementerian Negara untuk Pemberdayaan Perempuan. Atau poligami. Atau kekerasan rumah tangga. Atau suami yang tidak mau melakukan pekerjaan rumah tangga. Atau komentar orang "pasti karena ibunya" ketika ada anak yang bermasalah. Dst. Perjuangan masih jauh.

Selamat Hari Kartini, semua. Selamat Hari Kartika, han & fam ;)

No comments: